JAKARTA – Pensiunan Dinas Kesehatan dr. Ludjiono menyarankan aksara atau abjad yang digunakan dalam aturan berbahasa diberi nama.

Baca Juga : Polisi Tetapkan Pelaku Penipuan Modus Kuliah Sebagai Tersangka

Hal tersebut disampaikan saat sidang pengujian Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 50 Tahun 2015 tentang Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia ke Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 52/PUU-XIX/2021, Senin (11/10).

“Nama itu bisa diadopsi dari nama aksara di Indonesia seperti aksara Kawi, Jawa, Bali, dan bisa juga diadopsi dari aksara-aksara yang ada di Indonesia,” katanya.

Permohonan tersebut didasarkan pada pendapat Dosen Sastra Indonesia UI Felicia Nuradi Utorodewo yang menyatakan bahasa terdiri dari lisan dan tulis.

Dia juga memohon bila aksara itu dimunculkan, pemerintah memberikan sebulan gaji pokok, tunjangan, dan fasilitas sebagaimana yang diterima satu anggota staf ahli Kemdikbud, satu hari atau seminggu setelah Keputusan MK diajukan.

Akan tetapi, Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi menyatakan pengujian materi dan formil Permendikbud Nomor 50 Tahun 2015 bukan kewenangan MK, melainkan MA.

Hakim MK, Manaham MP Sitompul, mengatakan kewenangan MK adalah menguji undang-undang atau peraturan perundang-undangan terhadap UUD 1945, bukan peraturan menteri.