MAKASSAR – Dugaan kasus rudapaksa terhadap tiga anak di bawah umur yang terjadi di Luwu Timur (Lutim) mendapat tanggapan dari Pakar Pidana dan Kriminologi Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia (UMI), Prof Hambali Talib.

Baca Juga : Akademisi Unsa Tanggapi Kasus Rudapaksa di Lutim

Prof Hambali menyatakan ada dua opsi penanganan dugaan kasus rudapaksa tiga anak kandung oleh ayahnya yang sudah dihentikan agar bisa berjalan sesuai prosedur hukum berlaku.

“Ada dua opsi. Pertama, para pihak yang merasa dirugikan, pelapor atau keluarganya atau pihak ketiga, dia bisa mengajukan praperadilan,” kata Prof hambali, Senin (11/10/2021).

Untuk menguji sah tidaknya ketetapan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) itu melalui pengadilan negeri atau PN setempat.

Opsi keduanya adalah pihak yang dirugikan dapat meminta agar membuka kembali penghentian penyidikan.

“Gelar perkara ini menentukan layak tidaknya dibuka penghentian penyidikan dilanjutkan atau tidak,” ujar Guru Besar UMI.

Menurutnya, argumentasi LBH Makassar yang menangani kasus tersebut sebagai Kuasa Hukum pihak korban dapat mengajukan bukti baru.

“Kalau LBH merasa penerapan SP3 itu prematur ada kejanggalan, munculkan bukti baru, diajukan kepada penyidikan, kemudian bisa membuka gelar perkara baru. Gelar perkara ini sifatnya gelar perkara khusus,” katanya.

Gelar perkara tersebut sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) Nomor 6 Tahun 2019 terkait proses penyelidikan, bila dianggap itu perlu dievaluasi.

Prof Hambali menilai saat dihentikan kasusnya pada 2019, ada pihak merasa dirugikan, idealnya pada saat itu dapat mengajukan praperadilan.

Sehingga ada dua opsi menurutnya, praperadilan atau mengajukan bukti baru pada saat gelar perkara khusus untuk menguji SP3.