JAKARTA – Penyelesaian kasus kekerasan seksual memang tidak mudah, namun permasalahan seperti ini sudah sering terjadi.

Hal itu disampaikan Wakil Koordinator Kontras, Rivanle Anandar, saat acara Mata Najwa, Rabu malam (13/10) dengan tema “Apa iya #PERCUMALAPORPOLISI.

Baca Juga : Pernyataan Ketua Harian Kompolnas Terkait Kasus Anak di Lutim

“Dalam respon polres luwu timur lebih mengedepankan menutup kasus demi memperbaiki citra. Memang betul yang disampaikan pak benny bahwa kasus kekerasan seksual tidak mudah. Tapi ini bukan terjadi satu dua kali,” ujarnya.

Ia juga menyarakan agar menelusuri bukti-bukti lain seperti keterangan ahli.

“Ada sejumlah preseden yang mana visum tidak bisa menjadi salah satu alat bukti saja, ada keterangan ahli, ada keterangan korban yang memang harus ditelusuri,” kata Rivanle.

Terkait masalah yang terjadi, penanganannya telah diatur melalui Perkap dengan beberapa tahapan.

“Sebenarnya Perkap No 3 Tahun 2008 tentang Pembentukan ruang pelayanan sudah ada dan minimal ada di tingkat polres, jadi ada tahapannya, harus professional, menjunjung HAM, empati, korban anak harus didampingi, ini harus menjadi bagian koreksi sehingga tidak perlu tes kejiwaan kepada ibu korban,” ungkapnya.

Ia meminta kepada pihak kepolisian agar mengedepankan penelusuran fakta dari temuan masyarakat.

“Kedepankanlah penelusuran fakta-fakta dari temuan masyarakat, apalagi keluhan dari masyarakat yang telah viral itu bisa direkomendasikan ke kompolnas kepada kepolisian,” ujarnya.

Sementara itu, dalam kesempatan yang sama, Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, mengatakan permasalahan yang terjadi begitu kompleks.

“Yang pertama, diantara sekian jenis kasus, kasus seksual memang tidak mudah. Begitu kompleks permasalahannya. Sebagai contoh, pelaku akan menghindari adanya saksi. Kedua keputusan melapor dari korban, itu bisa lama. Setelah satu bulan kemudian baru didorong untuk melapor. Jarang yang spontan untuk melapor,” ujarnya.