JAKARTA – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Arief Hidayat mengatakan hendaknya dalam memutus perkara, seorang hakim disinari oleh sinar ketuhanan.

Hal tersebut disampaikan saat menjadi narasumber dalam seminar nasional Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin, Makassar bertajuk Nilai-Nilai Etik dalam Proses Peradilan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat.

Baca Juga : MA: Representasi Hakim Perempuan Untuk Tegakkan Hukum

“Saya sering menyebutkan bahwa hakim itu selama ini mayoritasnya muslim, ada yang kristen, katolik, dan hindu. Saya mengatakan hendaknya pada waktu memutus perkara betul-betul disinari oleh sinar ketuhanan,” katanya.

Penerapannya diperlukan karena Indonesia dikelola berdasarkan pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat. Didalamnya dituliskan visi dan misi tujuan nasional.

Arief menilai selama ini pengajaran hukum di Indonesia belum secara tepat menafsirkan cara pengelolaan negara.

Oleh karena itu, diperlukan penanaman bahwa berhukum itu dilandasi oleh salah satu sinar pancasila, yaitu Ketuhanan yang Maha Esa karena Indonesia berbeda dengan negara-negara lain yang mayoritas penduduknya muslim.

“Saya sebut itu sebagai keluhuran budi para pendiri bangsa yang beragama Islam. Mereka bisa mengakomodasikan dan menerima saudara nonmuslim untuk bernegara di Indonesia,” kata Arief Hidayat.

Baca Juga : ELSAM Khawatir Penolakan Uji Materi UU ITE Batasi Hak atas Informasi