JAKARTA – Pemerintah tidak memasukkan dugaan pelanggaran HAM berat ke dalam Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia (Ranham) 2021-2025.

Baca Juga : Peringati HDKD, Menkumham Ajak ASN Kemenkumham Wujudkan Nilai Semakin PASTI

Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Jenderal HAM Kemenkumham, Mualimin Abdi, Jakarta, Minggu (31/10).

“Kita kan ada Dewan HAM PBB dan Indonesia diminta pertanggungjawaban bagaimana sebuah negara atau pemerintah menjalankan instrumen HAM,” katanya.

Pemerintah Indonesia membuat strategi dengan menerbitkan ranham generasi pertama pada 1999 hingga kelima berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 53 Tahun 2021.

“Tujuannya jelas untuk menjadi tanggung jawab pemerintah sebagaimana yang tertuang dalam amanat konstitusi guna memberikan penghormatan, perlindungan, pemajuan HAM dan sebagainya,” kata Mualimin Abdi.

Ranham tersebut pada dasarnya merupakan sebuah dokumen yang sifatnya dinamis dan menjadi pegangan bagi kementerian dan lembaga yang selanjutnya ditindaklanjuti di tingkat pusat, provinsi, kabupaten dan kota.

Fokus kajian ranham kelima ini adalah penanganan pada kelompok rentan karena jika pemerintah tidak mengeluarkan sasaran tepat, maka bisa jadi penerapannya tidak efektif dan efisien.

“Jadi Ranham generasi keempat dan kelima kita persempit agar fokus pada kelompok rentan yang meliputi disabilitas, perempuan, anak hingga masyarakat adat,” katanya.

Salah satu fokus perlindungan Ranham 2021-2025 adalah perempuan karena masih banyak dugaan pelanggaran sehingga perlu mendapat perhatian khusus.

Baca Juga : Yasonna Laoly: Penetapan Hari Dharma Karya Dhika, Upaya Penulusuran Sejarah