MAKASSAR – Koordinator Forum Komunikasi Lintas (Fokal) NGO Sulawesi, Djusman AR menduga ada permainan atau kongkalikong antara pejabat soal kasus ribuan pegawai fiktif di Pemerintah Kota Makassar.

Baca Juga: Pengamat: 3.000 Tenaga Kontrak Fiktif, Pemkot Makassar Rugi Miliaran

Djusman mengatakan kasus pegawai fiktif mestinya langsung didorong kepada penagak hukum jangan sampai kasus tersebut beralurut-larut hingga menimbulkan pendapat masyarakat soal adanya permainan dibalik kasus ribuan pegawai fiktif.

“Persoalan kasus honor fiktif harus didorong ke penegak hukum, Kalau kemudian hanya berlarut-larut patut diduga dan mana kala masyarakat berpendapat ada kongkalikong persoalan tersebut,” katanya.

Ia mengungkapkan kejadian tersebut merupakan wajah buruk dari dunia birokrasi dan harus langkah tegas Pemkot Makassar melakukan investigasi untuk di tindak lanjuti keranah hukum.

“Uji komitmen Pemerintah Kota kita harus lihat sejauh mana menindaklanjuti mengungkap persoalan tersebut hingga keranah hukum,” ungkapnya.

Penggiat Antikorupsi ini mengungkapkan hasil investigasi beberapa honorer fiktif bekerja sebagai pembantu rumah tangga hingga menjadi sopir untuk para pejabat.

“Bahwa tenaga honorer ini bekerja secara pribadi seperti pembantu rumah tangga dan supir di tempat para oknum pejabat tetapi gaji mereka di bayarkan pemerintah kota.

Baca Juga: 3.000 Tenaga Kontrak Fiktif di Makassar, Terima Gaji ?

Sementara itu, Pengamat Tata Keuangan Negara Universitas Patria Artha (UPA) Sebastian Lubis mengatakan pegawai kontrak atau honor mampu merugikan negara hingga miliaran rupiah.

“Contoh kalau diberitakan ada dugaan 3.000 tenaga honorer fiktif, kalau satu orang perbulannya dapat gaji Rp1.500.000/bulan berarti ada alokasi dana Rp4.500.000.000/bulan untuk 3000 orang honor yg diduga fiktif atau Rp54M/tahun,” ucapnya.

Diketahui masalah data tenaga kontrak fiktif mencuat saat Wali Kota Makassar Ramdhan ‘Danny’ Pomanto mengungkap adanya ribuan ‘pegawai fiktif’ di Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar. Pemkot mencatat dari 8.190 tenaga kontrak, sekitar 3.000 diduga fiktif.