RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) memperkuat kerja sama bilateral dengan Tiongkok dalam pengelolaan benda muatan kapal tenggelam (BMKT), termasuk pemanfaatan teknologi konservasi maritim bawah laut untuk pelestarian warisan budaya dan sejarah kelautan.

Kolaborasi ini menjadi hasil tindak lanjut kunjungan resmi delegasi KKP ke Tiongkok atas undangan Hainan Provincial Institute of Cultural Relics and Archaeology, yang diisi agenda kunjungan ke sejumlah situs arkeologi bawah laut di Yangjiang (Guangdong), Shanghai, dan Sanya (Hainan).

Situs tersebut termasuk Kapal Karam Nanhai No. I dan temuan bersejarah Kapal Kuno Muara Sungai Yangtze No. II, yang kini menjadi pusat penelitian internasional dan museum penelitian bawah air.

Direktur Sumber Daya Kelautan KKP, Frista Yorhanita, menyampaikan bahwa kerja sama lintas negara merupakan langkah penting dalam menjaga ekosistem laut dan mengoptimalkan nilai ekonomi dan sejarah dari artefak maritim.

“Sinergi antarnegara sangat penting untuk memastikan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta menjaga keberlanjutan ekosistem laut dunia,” ujar Frista dalam siaran resmi di Jakarta, Sabtu (15/11).

Dari temuan historis yang selama ini berhasil diidentifikasi KKP, sekitar 90 persen artefak BMKT di perairan Indonesia berasal dari Tiongkok, didominasi keramik dari masa perdagangan maritim lintas abad.

Fakta ini memperkuat rekam jejak hubungan diplomasi perdagangan antara kedua bangsa serta menjadi dasar pengembangan riset bersama di masa depan.

Selain melakukan peninjauan situs lapangan, Frista juga hadir sebagai pembicara utama dalam Hainan Free Trade Port International Science and Technology Innovation Cooperation Forum (ISTICF) & Deep-Sea Technology Innovation Conference (DSTIC), serta Underwater Archaeology and Marine Heritage Forum di Sanya.

Dalam forum tersebut, Frista menegaskan pentingnya penerapan teknologi modern dalam mendukung identifikasi, pemulihan, perlindungan, serta pemanfaatan potensi sumber daya kelautan.

Teknologi dimaksud mencakup eksplorasi energi terbarukan, bioteknologi kelautan, eksplorasi garam laut, hingga konservasi artefak BMKT menggunakan pendekatan in-situ atau pengelolaan langsung di habitat asal.

Frista juga menyampaikan bahwa kerja sama strategis tersebut membuka peluang pengembangan ekonomi biru bagi masyarakat pesisir, baik melalui pengelolaan museum bawah laut, ekowisata, pendidikan maritim, maupun transfer teknologi konservasi warisan bawah laut.

“Kerja sama ini dapat dikembangkan dalam bidang pemanfaatan BMKT in-situ, pendidikan ekologi kelautan, dan pemberdayaan masyarakat pesisir, sehingga manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyarakat,” lanjut Frista.

Di sisi lain, Indonesia saat ini tengah mengembangkan sistem Ocean Big Data dan Ocean Accounting Command Center untuk meningkatkan pemantauan sumber daya kelautan secara terukur.

Sistem ini diharapkan mendukung implementasi kebijakan ekonomi biru KKP yang meliputi kawasan konservasi laut, pengendalian pencemaran, serta pengelolaan perikanan berbasis kuota.

Kunjungan ini dipandang sebagai momentum strategis untuk memperkuat posisi Indonesia sebagai aktor utama diplomasi maritim internasional, khususnya dalam bidang konservasi bawah laut dan warisan budaya maritim.

“Kolaborasi ini adalah momentum penting untuk memperkuat diplomasi biru Indonesia, menjaga warisan maritim dunia, serta menciptakan manfaat ekonomi yang berkelanjutan bagi masyarakat pesisir,” tutup Frista.

Langkah ini selaras dengan arah kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono dalam mewujudkan ekonomi biru yang mengedepankan keseimbangan antara keberlanjutan ekologi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. (*)

YouTube player