PT Hadji Kalla Kembali Ditantang Buktikan Kepemilikan, GMTD: Jangan Alihkan Isu dengan Tuduhan Serakahnomics
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – PT Gowa Makassar Tourism Development Tbk (PT GMTD) menegaskan bahwa pernyataan pihak PT Hadji Kalla yang menyebut adanya praktik serakahnomics tidak relevan, tidak berbasis dokumen hukum, dan dinilai sebagai upaya mengalihkan isu dari persoalan pokok yaitu legalitas kepemilikan tanah di kawasan Tanjung Bunga.
Presiden Direktur PT GMTD, Ali Said menyatakan bahwa klarifikasi yang disampaikan juru bicara PT Hadji Kalla di berbagai media sarat misinformasi serta tidak menjawab pertanyaan utama mengenai dasar hukum kepemilikan lahan yang diklaim.
Ali Said menilai pihak PT Hadji Kalla tidak pernah memberikan jawaban terkait sejumlah dokumen yang menjadi dasar legalitas lahan, mulai dari izin lokasi, SK gubernur, akta pelepasan hak, dokumen pembelian sah, hingga bukti bahwa hak kepemilikan diperoleh sesuai ketentuan yang berlaku pada periode 1991–1995.
“Tidak ada jawaban. Tidak ada dokumen. Tidak ada dasar hukum,” demikian pernyataan resmi Ali Said dalam keterangan resminya kepada Rakyat.News, Rabu (19/11/2025).
Ali Said menegaskan bahwa seluruh legalitas atas lahan telah didukung dokumen formal negara, baik berupa sertifikat dari Badan Pertanahan Nasional (BPN), putusan pengadilan inkracht sejak 2002–2007 yang memenangkan GMTD, eksekusi Pengadilan Negeri Makassar pada 3 November 2025, serta dokumen PKKPR tertanggal 15 Oktober 2025.
Selain itu, aset tersebut juga tercatat secara resmi dalam laporan keuangan audited perusahaan sebagai perseroan terbuka.
Salah satu poin klarifikasi penting yang ditegaskan PT GMTD adalah mengenai klaim pihak Kalla bahwa SK tahun 1991 dicabut pada 1998.
Ali Said menyebut pernyataan itu salah karena SK Menteri PARPOSTEL 1991 dan SK Gubernur Nomor 1188/XI/1991 dinyatakan masih berlaku dan tidak pernah dicabut.
SK tersebut menetapkan kawasan Tanjung Bunga sebagai kawasan wisata terpadu dengan PT GMTD sebagai pihak yang diberi mandat pembebasan lahan dan pengelolaan kawasan.
Selain itu, Ali Said membantah tudingan yang menyebut GMTD tidak memiliki legalitas hak untuk mengembangkan kawasan selain sektor wisata.
Ali Said menegaskan bahwa pihaknya mengacu pada Akta Pendirian Perseroan Nomor 34 tanggal 14 Mei 1991 yang menyatakan bahwa tujuan usaha mencakup sektor pariwisata maupun usaha lainnya, termasuk real estate dan investasi.
Pernyataan pihak Kalla terkait minimnya kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) juga dibantah Ali Said. Menurutnya, pihaknya telah memberikan kontribusi PAD dari tahun 2000 hingga 2022 mencapai lebih dari Rp538 miliar, belum termasuk pajak usaha dan dampak pengganda ekonomi kawasan.
Terkait lahan yang menjadi objek sengketa, Ali Said menegaskan bahwa lahan seluas 16 hektare tersebut merupakan aset sah perusahaan, tidak pernah dijual, tidak pernah dimiliki Lippo, dan tercatat resmi dalam audit keuangan.
Ali Said juga menyebut adanya insiden penyerobotan lahan seluas 5.000 meter persegi yang telah dilaporkan ke Polda Sulsel dan Mabes Polri melalui beberapa laporan resmi termasuk LP/B/1897/X/2025 dan LP/B/1020/X/2025.
Dalam pernyataannya, Ali Said menilai bahwa tudingan serakahnomics yang disampaikan pihak Kalla bukan hanya tidak relevan secara hukum, namun dianggap sebagai pernyataan tendensius yang mengaburkan fakta legalitas.
Ali Said menegaskan bahwa mandat yang diemban merupakan amanah pemerintah pusat melalui kolaborasi bersama pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan, Pemerintah Kota Makassar, dan Pemerintah Kabupaten Gowa.
Ali Said menilai bahwa narasi yang menyebut GMTD menghambat pembangunan publik tidak sesuai dengan fakta sejarah dan kontribusi perusahaan terhadap pengembangan kawasan.
“PT GMTD mengimbau agar upaya mengaburkan fakta hukum dan mengalihkan isu dihentikan demi kepentingan publik dan ketertiban kawasan,” tutup Ali Said.
RESPONS PIHAK PT HADJI KALLA
Sebelumnya, juru bicara PT Hadji Kalla, Husain Abdullah, dalam keterangannya Selasa (18/11/2025) mengatakan, dasar hukum kepemilikan lahan PT GMTD justru dianggap tidak selaras dengan mandat awal.
Husain menjelaskan bahwa SK Gubernur No.118/XI/1991 hanya ditujukan untuk pengembangan wisata, bukan hunian atau jual beli lahan. Ia menilai perubahan fungsi tersebut mengabaikan nilai manfaat publik.
“Pelaksanaan SK tersebut juga tidak boleh asal main rampas tanah milik rakyat, karena itu sama saja mempraktekkan Serakahnomics yang dilarang oleh Presiden Prabowo,” ujar Husain.
Husain juga menilai bahwa SK penugasan izin prinsip 1991 telah dicabut melalui SK Gubernur No. 17/VI/1998 dan menyebut kontribusi PAD dari GMTD ke pemerintah daerah hanya berkisar Rp50 juta hingga Rp100 juta per tahun.
“Kawasan yang tadinya diharapkan memakmurkan rakyat justru tidak sesuai harapan karena hanya menguntungkan Lippo,” pungkasnya. (*)


Tinggalkan Balasan Batalkan balasan