Masalah tumpukan sampah, TPS liar di pinggir jalan, dan bau tak sedap merupakan realitas di banyak kota dan desa di Indonesia. Banyak warga yang masih membuang sampah sembarangan, baik di lahan kosong, tepi jalan, sungai, atau di depan rumah yang diakibatkan minimnya fasilitas pengelolaan sampah yang memadai.

Atas dasar inilah yang mendasari munculnya ide pembangunan DLH Kemuning untuk mendirikan depo sampah di setiap kelurahan dan desa. Tujuannya sangat penting dan berpotensi menjadi terobosan yang nyata dalam pengelolaan sampah.

Mengenal apa itu “Depo Sampah”

Depo sampah, sebagaimana direncanakan oleh DLH Kemuning, adalah sebuah titik penampungan sampah  sementara. Yaitu sebuah lokasi terpusat di setiap kelurahan/desa, di mana warga dapat membuang sampah rumah tangga mereka. Setelah sampah dikumpulkan dan ditampung sementara, proses selanjutnya diangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Dengan adanya depo, masyarakat cukup membuang ke satu lokasi terpusat dan tidak perlu lagi buang sampah di trotoar, pinggir jalan, atau lokasi lainnya. Keberadaan depo sampah ini bukan sekadar TPS sementara, melainkan titik transit yang lebih terorganisir.

Mengapa Depo Sampah Dapat Mengurangi TPS Liar & Pembuangan Sampah Sembarangan

Berikut beberapa alasan depo sampah dapat mengatasi TPS Liar:

  • Mengatasi Kekurangan Infrastruktur untuk Mengatasi Masalah Awal TPS Liar

Penelitian dan pengalaman di banyak daerah menunjukkan bahwa keterbatasan fasilitas TPS/TPA menjadi pemicu munculnya praktik sampah liar. Tanpa adanya tempat pembuangan resmi, orang akan mudah membuang sampah di sungai, lahan kosong, pinggir jalan, atau depan rumah.

Dengan menyediakan depo sampah di setiap kelurahan/desa, maka setiap rumah memiliki akses yang relatif dekat untuk membuang sampah dengan benar. Pendekatan yang sama pernah dilakukan dalam pembangunan TPS di area padat pemukiman, yang berhasil mengurangi pembuangan sampah liar.

  • Sistem Terpusat Memudahkan Pengangkutan & Pengelolaan Sampah

Depo berfungsi sebagai titik transit di mana sampah dikumpulkan di satu lokasi, kemudian diangkut menuju ke TPA. Hal membuat proses pengangkutan menjadi lebih efisien dan terjadwal.

Dengan sistem ini, sampah tidak dibiarkan menumpuk di jalanan atau trotoar menunggu diangkut, melainkan langsung dibawa ke tempat yang sesuai. Hal ini juga membantu mengurangi kemunculan TPS liar yang muncul akibat kebiasaan membuang sampah sembarangan saat layanan pengangkutan tidak memadai.

  • Membangun Kesadaran dan Kebiasaan Baru di Kalangan Warga

Kehadiran depo dapat menjadi simbol komitmen pemerintah lokal yang dikelola DLH Kemuning bahwa pengelolaan sampah adalah tanggung jawab bersama. Dengan adanya titik pembuangan resmi yang mudah diakses, masyarakat akan lebih terdorong untuk membuang sampah dengan benar.

  • Mengurangi Dampak Negatif: Lingkungan, Kesehatan, dan Estetika

TPS liar dan pembuangan di jalan akan menimbulkan masalah lingkungan. Sampah bisa mencemari tanah, air, hingga menyebabkan bau dan menjadi sumber penyakit seperti nyamuk dan lalat.

Dengan depo, sampah yang berada di lokasi akan dikelola, diangkut secara rutin ke TPA. Harapannya lingkungan pemukiman tidak tercemar dan estetika kota/desa tetap terjaga.

Hubungan dengan TPS, TPST, dan Sistem Pengelolaan Sampah Berkelanjutan

Dalam literatur pengelolaan sampah komunitas dan kota, dikenal beberapa istilah: TPS, TPST/TPST 3R, depo/transfer depo, hingga TPA.

  • TPS (Tempat Pembuangan Sementara): biasanya titik penampungan dalam skala kecil atau menengah.
  • TPST / TPS 3R: fasilitas yang memungkinkan pemilahan, daur ulang, dan pengolahan sampah (kompos, daur ulang, pengurangan volume) sebelum dibuang ke TPA.
  • Depo / Transfer Depo: seperti konsep yang diusulkan DLH Kemuning yang akan menjadi titik transit untuk memudahkan pengangkutan massal ke TPA.
  • TPA (Tempat Pembuangan Akhir): lokasi akhir pembuangan sampah, hasil dari sistem pengumpulan dan pengangkutan terstruktur.

Depo sampah bukanlah pengganti TPS atau TPST, melainkan pelengkap dalam rantai pengelolaan sampah. Tujuannya membantu menjembatani antara rumah tangga dengan TPA. Jika dikombinasikan dengan program 3R (reduce, reuse, recycle) dan pengangkutan rutin, maka sistem akan jauh lebih efektif dan berkelanjutan.

Mengapa Program DLH Kemuning Layak Didukung dan Bisa Jadi Teladan

Dari pernyataan di situs resmi DLH Kemuning, pendekatan mereka bersifat preventif dan sistematis dengan membangun depo di setiap kelurahan/desa. Tujuannya agar setiap warga punya akses mudah untuk membuang sampah. Jika program ini berhasil, manfaat yang positif akan diambil, antara lain:

  • Masyarakat akan terbantu tidak perlu membuang sampah ke pinggir jalan, lahan kosong, atau trotoar.
  • Pemerintah punya sistem pengangkutan dan pengelolaan sampah yang lebih terstruktur.
  • Risiko lingkungan dari pencemaran dan penyebaran penyakit dapat ditekan.
  • Budaya bersih dan sadar sampah bisa tumbuh di masyarakat.

Model ini bisa menjadi contoh bagi daerah lain yang juga menghadapi persoalan TPS liar. Bahkan di beberapa kota/kabupaten lain, ada laporan bahwa pembangunan fasilitas semacam depo atau TPS/TPST berhasil menekan pembuangan sampah liar dan meningkatkan kualitas lingkungan.

Kesimpulan

Program pembangunan depo sampah oleh DLH Kemuning adalah langkah visioner yang strategis dalam upaya penataan pengelolaan sampah. Depo menjadi solusi alternatif nyata bagi warga untuk mengurangi pembuangan sampah sembarangan.

Dengan keberadaan depo, ditopang sistem angkut rutin, edukasi masyarakat, dan pengawasan yang konsisten, maka jumlah TPS liar di jalanan akan berkurang. Lingkungan akan bersih, sehat dan terlihat lebih estetik.