JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan opsi model pemilihan umum (pemilu) serentak dalam pertimbangan Putusannya.

Baca Juga : Hakim MK: Hendaknya dalam Memutus Perkara Disinari Sinar Ketuhanan

Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, M Anwar Usman dalam Webinar Nasional “Format Pemilu Serentak Pasca Putusan MK No. 55/2019” dan Forum Group Discussion (FGD) kerja sama MK dengan Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi (APHAMK) pada Jumat (19/11/2021) malam di Solo.

“Sebagai contoh, Putusan MK Nomor 55/PUU-XVII/2019 yang permohonannya diajukan perkumpulan masyarakat sipil yang concern terhadap pelaksanaan pemilu sehingga melakukan pengujian materiil terhadap UU Pemilu. Pengujian dimaksud pada pokoknya, mempersoalkan perihal pemaknaan pemilu serentak yang konstitusional adalah pemilu serentak yang dipisahkan antara pemilu nasional dan pemilu lokal,” ujarnya dikutip dari laman resmi Mahmakah Konstitusi, Minggu (21/11/2021).

MK menyatakan tidak berwenang menentukan model pemilu serentak. Karena yang dimaksud merupakan wewenang dari pembentuk UU untuk memutuskannya.

Meski begitu, MK dalam pertimbangannya memberikan opsi model pemilu serentak yang dapat dilaksanakan yaitu Pemilu serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden, dan anggota DPRD; Pemilu serentak nasional, setelahnya pemilu serentak lokal, lalu setelahnya pemilu serentak provinsi dan selanjutnya pemilu serentak kabupaten/kota.

Model pemilu serentak dalam Putusan MK dimaksud merupakan opsi untuk menjaga keserentakan pemilu untuk memilih anggota DPR, DPD, Presiden/Wakil Presiden.

“Mewujudkan pemilu yang berintegritas tidaklah semudah mengucapkannya. Anomali demokrasi sebagaimana telah dikemukakan di awal merupakan persoalan umum yang terjadi di berbagai negara, tidak hanya di Indonesia. Oleh karena itu, untuk menjaga proses demokrasi dan mencapai hasil pemilu yang diharapkan, dibutuhkan kerja sama dan sinergitas seluruh organ negara terkait penyelenggaraan pemilu seperti KPU, Bawaslu, DKPP, Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan, MK, dan berbagai lembaga negara lainnya serta kalangan akademik dan mahasiswa yang berkewajiban untuk terus melakukan edukasi publik tentang pentingnya mewujudkan pemilu yang berintegritas,” urai Anwar.