Hingga saat ini, lanjutnya, tercatat lebih dari 96,83% SMA, SMK dan SLB di Jawa Timur telah membuka PTM terbatas.

PTM terbatas tersebut berlangsung 2 jam per hari dan setiap siswa melaksanakan sebanyak 2 kali dalam seminggu.

“Berdasarkan hasil evaluasi kami, kebijakan pemerintah terlaksana dengan baik dalam PTM terbatas. Mulai dari ketentuan kapasitas hingga dan penerapan protokol kesehatan semua terlaksana sesuai arahan. Satgas COVID-19 di sekolah juga bertugas secara bergilir,” ujar Wahid.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, para siswa SMA, SMK, dan SLB mengaku perlu segera PTM. Terutama bagi SMK yang memberikan pendidikan kompetensi keahlian dan keterampilan, yang merasa kurang maksimal selama proses Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

Menyoroti sisi psikologis anak, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia Seto  Mulyadi  (Kak Seto) menegaskan, belajar adalah hak setiap anak, bukan kewajiban mereka. Peran orang  tua sangat penting untuk terus mendorong semangat belajar anak, bukan menambah tekanan untuk mereka.

“Belajar efektif adalah belajar dalam suasana menyenangkan. Kalau anak stres, hasilnya akan kontraproduktif. Sebanyak 13% anak Indonesia mengalami depresi karena tekanan orang  tua  selama harus belajar di rumah,” papar Kak Seto.

Kak Seto juga mengatakan bahwa semua anak pada dasarnya suka belajar dan cerdas. Oleh karena itu, orang tua harus kreatif dalam membimbing belajar anak di rumah. Menurut Kak Seto, baik PTM terbatas, PJJ, maupun gabungan dari keduanya, semua pihak harus melindungi psikologis anak.

“Selain perlu adanya edukasi bagi orang tua, pembelajaran sebaiknya ditekankan pada yang bermakna bagi anak. Jangan menekankan pada penuntasan kurikulum, karena ini adalah kurikulum darurat selama PJJ,” ujar Kak Seto.

Para narasumber dialog mengingatkan bahwa pendidikan tidak boleh berhenti dalam situasi apa pun dan pendidikan harus dilakukan dengan kekuatan cinta.