JAKARTA – Badan Koordinasi Nasional Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum Mahasiswa Islam (BAKORNAS LKBHMI) PB HMI menggelar diskusi publik secara hybrid bertajuk Ambiguitas Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang Uji Formil Undang-undang Cipta Kerja.

Diskusi Publik tersebut berlangsung di sekretariat PB HMI, Jl. Sultan Agung No. 25 A Kota Jakarta Selatan, Senin (6/12/2021).

Baca Juga : Bakornas LKBHMI PB HMI Desak Jokowi Tuntaskan Masalah HAM di Indonesia

Agenda diskusi yang dihadiri oleh puluhan aktivis mahasiswa tersebut menghadirkan narasumber, Dr Syamsuddin Radjab SH MH (Pakar Hukum Tata Negara UIN Alauddin Makassar) dan Viktor Santoso Tandiasa SH MH (Kuasa Hukum Pemohon Uji Formil UU 11/2020 tentang Cipta Kerja).

Direktur Eksektif Bakornas LKBHMI, Syamsumarlin dalam sambutannya mengatakan, diskusi publik tersebut sebagai bentuk kepekaan lembaga yang dipimpinnya menjadi bagian dari masyarakat sipil dalam merespon dampak Omnibus Law UU Cipta Kerja pasca putusan Mahkamah Konstitusi.

“Omnibus law UU Cipta Kerja ini berkaitan dengan hajat hidup masyarakat Indonesia, bukan hanya soal ketenagakerjaan, namun juga terdapat isu energi, lingkungan, pertambangan, masyarakat adat, pendidikan, soal pajak dan sebagainya dalam sebelas klaster di UU Cipta Kerja tersebut, sehingga harus diatensi oleh berbagai pihak, termasuk kader HMI seluruh Indonesia,” tegasnya.

Sedangkan Viktor Santoso Tandiasa SH MH menjelaskan, proses pembentukan UU Cipta Kerja oleh pemerintah dan DPR banyak melanggar ketentuan yang diatur dalam UU 12/2011 jo UU 15/2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sehingga MK menyatakan UU Cipta kerja mengalami cacat prosedural.

“Ketidak jelasan naskah akademik dan minimnya konsultasi publik dalam proses pembentukan UU Cipta Kerja menjadi hal krusial, sehingga melanggar ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia,” jelasnya.