Oleh; 

Asep Wawan Kurniawan/Kanwil DJPb Sulawesi Selatan

Tepatnya pada tanggal 29 November 2021 Presiden Republik Indonesia melaksanakan penyerahan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dan buku Transfer ke Daerah (TKDD) tahun Anggaran 2022 kepada para Pimpinan Kementerian/Lembaga dan Gubernur seluruh Indonesia di Istana Negara. Acara penyerahan DIPA dan TKDD 2022 memiliki arti penting mengingat negara Indonesia masih dalam proses pemulihan ekonomi dan masih diliputi ketidakpastian akibat hantaman pandemic covid-19 dan dinamika perekonomian global.

APBN 2022 diharapkan tetap menjadi instrument fiskal pemerintah yang ditujukan untuk meneruskan dukungan terhadap pemulihan ekonomi yang responsif, antisipatif dan fleksibel, hal ini sejalan dengan tema kebijakan fiskal 2022 yaitu pemulihan ekonomi dan reformasi struktural.

Baca juga : Membanggakan, 3 Atlet Renang SD Islam Athirah 2 Makassar Raih 6 Medali

Pemulihan ekonomi 2022 perlu disertai dengan resiko baru yang harus dikelola, seperti volatilitas harga komoditas dan tekanan inflasi, implikasi kenaikan suku bunga di negara maju, terutama Amerika Serikat, pemulihan ekonomi China, disrupsi rantai pasok dan dinamika geopolitik[1]. Antisipasi dan mitigasi harus disiapkan sedini mungkin, sehingga program reformasi dan struktural dan pemulihan ekonomi nasional tidak terganggu, APBN 2022 dirancang agar pelaksana bisa selalu berinovasi, responsif, antisipatif, dan siap dengan perubahan yang terjadi, namun tata kelola harus tetap dijaga[2].

APBN 2022 dirancang dengan tetap dalam rangka mengantisipasi pandemik yang belum berakhir, masih bersifat ekspansif untuk meneruskan fungsi countercyclical, dengan tetap memperhatikan resiko dan menjaga keberlanjutan fiscal dalam jangka menengah dan jangka panjang. APBN 2022 terdiri atas belanja negara sebesar Rp2.714,2 trilun yang terdiri dari belanja pemerintah pusat Rp1.944,5 triliun dan TKDD sebesar Rp769,6 triliun. Pendapatan negara sebesar Rp1.846,1 triliun. Dengan belanja dan pendapatan tersebut APBN 2022 masih akan defisit 4,85 persen dari PDB atau Rp868 triliun, namun demikian mengalami penurunan dibanding defisit pada tahun 2020 yang sebesar 6,14 persen dari PDB.