Sistem ini telah banyak dilakukan untuk mengatasi masalah keterbatasan farmasetika suatu zat bioaktif. Namun, sistem ini belum banyak diadopsi untuk produk herbal. Beliau menuturkan, penggunaan obat herbal untuk mengobati berbagai penyakit bukan hal yang baru. Keyakinan masyarakat bahwa produk alami jauh lebih aman daripada obat sintetik yang berdampak langsung terhadap permintaan pasar.

Ditunjang oleh kemajuan teknologi drug discovery yang berhasil menemukan banyak zat aktif berkhasiat dari bahan alam, terbukti memiliki khasiat melalui uji efek farmakologi. Namun, pada kenyataannya senyawa-senyawa tersebut tidak cukup efektif, karena ketersediaan hayati (bioavailabilitas) tidak berbanding lurus dengan banyaknya jumlah zat yang ditemukan.

“Pada mulanya pengembangan obat herbal tidak begitu dipertimbangkan karena kurangnya data dan informasi ilmiah terkait seperti standardisasi, ekstraksi dan identifikasi komponen obat. Akan tetapi, penelitian bidang fitofarmaka dapat mengatasi kebutuhan ilmiah tersebut yang tidak terbatas pada farmakokinetik, mekanisme aksi dan dosis efektif,” papar Prof. Latief.

Ada banyak strategi formulasi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan biovailabilitas salah satunya dengan modifikasi sistem penghantaran obat melalui penggunaan nanopartikel atau Self Emulsifying Drug Delivery System (SEDDS). Sehingga, sebagai asumsi yang berdasarkan pada banyaknya hasil penelitian, jika teknologi DDS diterapkan dalam pengobatan herbal, akan membantu meningkatkan efektivitas dan mengurangi efek samping dari berbagai senyawa herbal.

Kegiatan Rapat Paripurna Senat Akademik dalam rangka Upacara Penerimaan Jabatan Professor pada Fakultas Farmasi berlangsung lancar dan hikmat hingga pukul 11.30 Wita.

Pilihan Video