JAKARTA – Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) sampaikan hasil kajian atas permasalahan lonjakan harga minyak goreng dalam forum jurnalis yang diadakan secara daring kemarin sore di Jakarta.

Baca juga : 7 Dimensi Persaingan Usaha oleh KPPU

Forum tersebut menghadirkan Komisioner KPPU, Ukay Karyadi dan Direktur Ekonomi, Mulyawan Renamanggala. Berdasarkan hasil penelitian, KPPU menjelaskan bahwa kenaikan harga minyak goreng tersebut antara lain dipicu oleh kenaikan permintaan crude palm oil (CPO) di industri biodisel dan pasar internasional.

Upaya penetapan harga oleh Pemerintah saat ini bagus dalam jangka pendek, namun di jangka panjang belum dapat menyelesaikan persoalan industri yang diwarnai oleh tingginya konsentrasi pelaku usaha yang terintegrasi dan kebijakan yang belum mendorong peningkatan jumlah pelaku usaha di industri tersebut.

Penelitian dilaksanakan dan dilatarbelakangi lonjakan harga minyak goreng dari bulan Oktober 2021 hingga mencapai Rp20.000 per liter dan adanya dugaan kartel dalam kenaikan harga minyak goreng.

Penelitian difokuskan pada dua sisi, yakni apakah kenaikan ini disebabkan adanya kebijakan Pemerintah atau terdapat perilaku antipersaingan oleh pelaku usaha. Dijelaskan bahwa sinyal-sinyal terkait kedua hal tersebut sudah ada.

Dari hasil penelitian, KPPU melihat bahwa terdapat konsentrasi pasar (CR4) sebesar
46,5% di pasar minyak goreng. Artinya hampir setengah pasar, dikendalikan oleh empat produsen minyak goreng.

Pelaku usaha terbesar dalam industri minyak goreng juga merupakan pelaku usaha terintegrasi dari perkebunan kelapa sawit, pengolahan CPO hingga produsen minyak goreng. Sebaran pabrik minyak goreng juga dilihat tidak merata.

Dimana sebagian besar pabrik berada di pulau Jawa dan tidak berada di wilayah
perkebunan kelapa sawit. Padahal ketergantungan pabrik minyak goreng akan pasokan CPO menjadi sangat besar.