BUTON SELATANBakornas LKBHMI PB HMI menyoroti program sertifikasi tanah masyarakat lewat program Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang dilaksanakan oleh Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Kantor ATR/BPN Kabupaten Buton Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara. Darlin SH juga menyinggung persoalan maraknya praktik mafia tanah.

Pengurus Bakornas LKBHMI PB HMI, Darlin SH mengatakan, pihaknya menerima pengaduan dan keluhan dari masyarakat yang ikut dalam program PTSL tahun 2020 dan telah melengkapi dokumen administrasi bahkan telah membayar biaya registrasi. Namun, hingga saat ini mereka belum mendapatkan kejelasan terkait penyelesaian sertifikatnya.

Baca Juga : Penyelundupan Sabu 21 Kg, LKBHMI PB HMI Desak Polda Sulsel Tangkap Buronan

“Ada 13 warga Desa Tira Kecamatan Sampolawa Kabupaten Buton Selatan yang menjadi korban dan mengadukan ke kami, yaitu Wa Jai, La Ode Ita, La Mondo, Wa Humbu, Wa Mariana, Wa Halipa, La Aliwasa, Wa Kasia, Wa Impa, Marnia, La Nurdin, Dasmin dan Wa Ode Suryanti. Mereka mengurus kelengkapan berkas PTSL dan membayar biaya registrasi sejak tahun 2020. Namun, belum menerima sertifikatnya,” jelas Darlin yang juga merupakan putra daerah tersebut.

Menurutnya, meski Pemerintah pusat melalui Kementerian ATR/BPN berupaya meminimalisir konflik agraria dengan memberikan jaminan kepastian hak atas tanah kepeda masyarakat melalui program strategis sertifikasi tanah lewat program PTSL ataupun PRONA. Namun, berbagai persoalan masih dihadapi oleh masyarakat termasuk adanya praktek mafia tanah.

Darlin juga menjelaskan terkait riwayat tanah yang menjadi objek pengurusan program PTSL tersebut telah ditinggali secara turun temurun oleh pemiliknya sebagai pemohon dan tidak sedang dalam status sengketa, sehingga dirinya menduga ada oknum yang sengaja mempersulit proses penerbitan sertifikat objek tanah 13 warga tersebut.