JAKARTA – Terkait dengan keputusan pemerintah untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 10% menjadi 11% per 1 April 2022 mendatang, Menteri Keunagan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan jika tarif PPN Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara G20 lainnya.

Baca Juga: Telan Biaya 2,5 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Dampak Pagelaran MotoGP Mandalika

Sri Mulyani menyatakan jika rencana kenaikan nilai PPN menjadi 11% ini dinilai termasuk rendah dari negara-negara lain, yakni sekitar 15% atau bahkan lebih.

“Nah, 11% itu tinggi nggak? Kalau kita lihat di banyak negara-negara di G20, di OECD. Maka kita lihat PPN rata-rata di negara tersebut sekitar 15%, bahkan 15,5%,” kata Sri Mulyani dalam acara Spectaxcular 2022 dilansir dari detik.com, Rabu (23/3/2022).

Lanjut Sri Mulyani, menegaskan bahwa kenaikan nilai PPN ini tentunya akan mampu brekontribusi untuk membuat pajak Indonesia menjadi lebih kuat.

Meski begitu, ia menuturkan jika tidak semua hal akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai 11%. Menurutnya, terdapat juga yang berada di bawahnya, yaitu sebanyak 1%, 2% atau 3%, bahkan ada pula yang dibebas pajakkan.

Menurut Sri Mulyani, kebutuhan masyarakat yang berupa barang dan jasa tidak akan dikenakan pajak, yaitu berupa kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, jasa kesehatan, serta jenis-jenis jasa lainnya.

Baca Juga: Ajak Luhut Laporkan Pajak Penghasilan Pribadi, Sri Mulyani: Menko Paling Tajir

Sedangkan, kata Sri Mulyani, untuk tarif sebesar 1%, 2%, atau 3% akan diberatkan pada jenis barang dan jasa tertentu, pula dengan sektor usaha tertentu lewat penerapan tarif PPN final.

“Jadi ini yang kita sebut menata pondasi pajak kita,” ujar Sri Mulyani.