JAKARTA – Terdakwa pembunuhan berencana terhadap pasangan Handi dan SaLsabila, Kolonel Infanteri Priyanto diperiksa oleh Majelis Hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, tentang pengeboman rumah orang.

Baca Juga : KPPU Temukan Satu Alat Bukti Proses Hukum Terkait Minyak Goreng

Sebelumnya, dalam persidangan, salah seorang hakim anggota menanyakan kepada Prianto tentang alasan Handy dan Salsabila dibuang setelah kecelakaan mobil di Nagre, Jawa Barat.

Mobil yang terlibat kecelakaan dikemudikan oleh Kopda Andreas Dwi Atmoko.

“Siap saya panik, saya kacau, banyak pekerjaan dan lain-lain kemudian ditambah lagi ini anggota saya, saya berusaha, tapi mungkin yang saya lakukan salah, saya akui itu salah,” ujarnya, Kamis (7/4/2022).

Menurut hakim, dengan pengalamannya sebagai anggota TNI, Priyanto seharusnya bisa berpikir jernih.

“Kalau panik sebagai seorang kolonel yang malang melintang di dunia militer, tugas operasi bahkan sempat danramil, seharusnya kan berpikir jernih, berpikir waras saat itu, apalagi Dwi Atmoko sempat mengatakan ini dicari nanti orang tuanya, tidak muncul itu rasa,  kok malah kasihan sama anggota daripada kasihan sama korban,” tanyanya.

Priyanto pun menjawab bahwa Ia berasumsi bahwa korban telah meninggal.

“Siap saya berpikir korban sudah meninggal,” katanya.

Hakim kemudian mempertanyakan lokasi pengeboman Priyanto. Dalam persidangan sebelumnya, Dwi Atmoko sebagai saksi mengungkapkan, Priyanto sempat bangga membom rumah warga.

“Kok kasihan sama anggota tidak kasihan sama korban? Padahal sudah diingatkan. Kemudian terdakwa juga mengatakan kepada saksi, ‘Kamu jangan cengeng, saya pernah ngebom’, itu dimana kejadian ngebom itu satu rumah?,” tanyanya.

“Siap waktu di timur, waktu tugas operasio. Timor-Timur,” jawabnya

“May ngebom apa itu?,” tanyanya.

“Ya pada saat itu kan Timor-Timur merdeka terakhir pada saat kita embarkasi untuk pulang,” katanya.

Lebih lanjut, saat meledakkan rumah di Timor Leste, Priyanto juga mengaku tidak mengetahui apakah ada orang di dalam rumah tersebut.

“Itu satu keluarga dibom?” tanya hakim lagi.

“Siap,” jawabnya.

“Ada anak-anak?” tanyanya.

“Saya tidak tahu orang di dalam ada atau tidak,” ungkapnya.

Dalam kasus ini, Kolonel Infanteri Priyanto dijerat dengan Pasal 340 KUHP, Pasal 338 KUHP, Pasal 333 KUHP, dan Pasal 181 KUHP.

Kesaksian beberapa saksi dalam persidangan sebelumnya mengungkapkan bahwa Priyantho adalah aktor utama dalam kasus ini.