Menyoroti hal tersebut, kelompok anak di Kabupaten Donggala yang tergabung dalam Child Campaigner Save the Children Indonesia, menginisiasi Aksi Generasi Iklim dengan melakukan aksi bersih pantai, menanam bakau, dan melakukan pemagaran hutan bakau di Pantai Mapaga, Labean, Kabupaten Donggala.

Salah satu penggagas aksi adalah Rahmi (17) yang juga tergabung dalam Forum Anak Labean sekaligus penyintas banjir rob, serta tsunami dan gempa yang melanda Sulawesi Tengah pada 2018 lalu.

“Awalnya (sebelum bencana) banjir rob hanya di atas mata kaki. Setelah bencana, bisa sampai 60-an centimeter atau selutut orang dewasa. Kalau banjir, semua barang yang tidak bisa kena air diangkat atau dipindahkan. Akses untuk belajar susah karena akses tertutup dan harus menyebrang ke sekolah, sementara untuk menyebrang pakai perahu butuh uang yang cukup besar. Bahkan kadang tidak terpikir sekolah, karena harus mengungsikan barang-barang agar tidak terkena air,” katanya.

Kehidupan ayah Rahmi yang hanya sebagai nelayan juga terkena imbas karena sulitnya mendapat ikan. Akibatnya, tidak ada ikan yang bisa dijual atau dimakan. Tak jarang, Rahmi dan keluarganya mengalami gatal-gatal akibat banjir yang masuk ke rumahnya. Air bersih yang biasanya berasal dari pompa air sumur berubah menjadi keruh. Kebutuhan air untuk Rahmi dan keluarga diambil dari sungai terdekat.

“Lima tahun lalu, adik sakit diare. Orang tua panik, uang tidak ada, banjir rob sedang naik. Akhirnya tanya-tanya tetangga saja obatnya apa, dicarikan obatnya dan dikasih minum (ke adik),” tuturnya.

Tidak hanya itu, sampah bawaan laut juga naik ke daratan saat terjadi rob, dan saat daratan kembali kering, sampah laut mencemari daratan dan sekitar rumah penduduk