MAKASSAR – Dampak mencabuli enam santri, pengasuh Pondok Pesantren (Ponpes) di Banyuwangi, dengan modus memeriksa keperawanan santri ditangkap polisi. Statusnya sekarang adalah tersangka.

Baca Juga : Pekerjaan Jalan Taccipi-Tokkaseng Belum Rampung, Kontraktor Terancam Putus Kontrak

Informasi yang diperoleh, sungguh ironis dan memalukan atas insiden pelecehan terhadap santri yang pelakunya adalah pengasuh ponpes. Pria berinisial FZ itu kini telah dilaporkan ke polisi dan ditetapkan sebagai tersangka.

FZ ditangkap berdasarkan laporan dengan tuduhan pemerkosaan dan pelecehan seksual terhadap santri di bawah umur. FZ sendiri adalah pemilik sekaligus pimpinan salah satu ponpes di Banyuwangi. Total ada enam korban yang melaporkannya.

Laporan itu debut beberapa minggu lalu di Mapolresta Banyuwangi. Tak hanya perempuan, laki-laki pun menjadi korban pengasuh tersebut. Keenam korban terdiri dari lima perempuan dan satu laki-laki. Semua korban adalah anak di bawah umur.

Salah satu kerabat korban, mengaku telah membawa keponakannya dan korban lainnya ke Mapolresta Banyuwangi untuk melaporkan dugaan pemerkosaan dan pelecehan seksual.

“Korban ada enam orang. Mereka santriwan dan santriwati. Lima perempuan dan satu laki-laki. Mereka dicabuli dan disetubuhi (diperkosa) oleh pelaku F, pemilik ponpes,” jelasnya, Jumat (24/6/2022).

Menurutnya, dua dari enam korban telah dirudapaksa oleh pelaku. Sisanya mengalami pelecehan seksual. Dugaan kejadian tersebut terjadi sekitar Oktober 2021 hingga Mei 2022.

Kejadian ini terbongkar setelah para korban menunjukkan perilaku aneh. Kebanyakan dari mereka tidak mau ditemui oleh orang tuanya dan jarang makan.

“Jadi, awalnya, orang tua curiga dengan perilaku korban yang berubah. Setelah ditelusuri, korban kemudian bercerita telah dicabuli di dalam pondok pesantren,” paparnya.

Ia berharap hukum ditegakkan terhadap tindakan tidak terpuji pemilik dan pengasuh ponpes. Karena ada dugaan korban lainnya.

“Beliau ini adalah mantan anggota DPRD Banyuwangi dan mantan anggota DPRD Provinsi Jatim. Saya berharap polisi bisa adil dalam kasus ini,” terangnya.

Adapun modusnya, terduga pelaku melakukan rudapaksa dan pencabulan dengan memanggil korban satu per satu. Mereka kemudian ditanya apakah mereka perawan atau tidak.

Untuk memastikan, terduga pelaku kemudian langsung memeriksanya dengan memeriksa organ vitalnya. Selain itu, pelaku juga memberikan makanan dan minuman yang diduga mengandung obat penenang sehingga korban tidak berdaya terhadap perbuatan bejatnya.

“Saat ditanya perawan atau tidak otomatis mereka mengaku perawan. Namun disangkal pelaku semuanya hal itu,” katanya.

Menurutnya, pelaku disebut-sebut telah merudapaksa dua muridnya yang masih dibawah umur. Kali ini terduga pelaku berdalih bahwa telah menikah secara siri.

“Jadi langsung merapalkan doa kemudian mengatakan sah untuk melakukan aksi bejat itu. Dinikahi tanpa wali semacam itu. Pengakuan keduanya sudah tiga kali aksi pemerkosaan itu terjadi,” jelasnya.

Ia mngatakan, korban juga mendapat ancaman jika menceritakan perbuatan bejatnya kepada orang lain atau keluarganya. Ancamannya, dia tidak akan mendapat berkah hingga dikeluarkan dari ponpes.

“Yang pertama dirayu ya. Ada ancaman juga. Ancaman itu bilang gini, ini sudah panggilan, kamu biar dapat berkah. Pokok manut. Jangan cerita kalau cerita marah saya gimana kamu tahu,” jelasnya.

Kasat Reksrim Polresta Banyuwangi, Kompol Agus Sobarna Praja mengatakan pihkanya telah meningkatkan pelaporan kasus dugaan pencabulan dan persetubuhan anak di bawah umur ke tingkat penyidikan.

“Memang sejak minggu lalu kami menerima laporan persetubuhan anak di bawah umur dan pencabulan. Kita tingkatkan menjadi penyidikan,” katanya.

Saat ini, Agus mengatakan pihaknya telah melengkapi berkas dan barang bukti perbuatan bejat tersebut. Ada delapan saksi dan korban sudah diperiksa. Polisi juga membawa Visum et repertum korban.

Hasil penyelidikan sementara, kata Agus, korban yang melaporkan kasus ini adalah santri di salah satu ponpes di Banyuwangi. Mereka dilecehkan dan dirudapaksa di luar jam sekolah.

“Mereka dipanggil ke dalam ruangan seperti kamar yang kemudian dikunci. Pelaku kemudian melakukan pencabulan dan persetubuhan anak dibawah umur. Rata-rata umur 16 sampai 17 tahun,” katanya.

Polis berencana memanggil FZ senin depan. Pemanggilan ini merupakan penyelidikan atas laporan tuduhan pencabulan dan pemerkosaan ini.

“Senin depan kita periksa. Terkait dengan laporan para korban,” pungkasnya, dilansir kalteng.indeksnews.com.