Jakarta – Dimasa saat ini teknologi tentu, hal ini akan berdampak begitu besar bagi kehidupan manusia, semua akan terlayani dan menjadi mudah. Mulai dari layanan transportasi, hingga tersedia kencan dengan biro jodoh. Sungguh luar biasa. Nikmat mana lagi yang kau dustakan? Dengan kecanggihan teknologi ini pengguna akan menjadi budak, ia lupa akan kehidupan nyata, terlalu asyik dengan dunia maya. Bahkan tidak bisa membedakan antara yang benar dan hoaks atau bohong.

Julia Kristeva menyebutkan bahwa kejadian ini sebagai fenomena abjeksi, dimana kondisi masyarakat tenggelam dalam jurang moralitas paling rendah hingga kesulitan membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah. Hal ini menjadi bukti bahwa ruang informasi dan komunikasi bisa dilipat. Seperti yang dikatakan Thomas L. Friedman “dunia yang datar” (flat world). Atau istilah Yasraf Amir Piliang, “Dunia yang dilipat” _ artinya masyarakat tak hanya berada dalam dunia nyata, juga melebur menjadi masyarakat Maya (Nitizen).

Selaras dengan teori hiperealitas yang dikatakan Jean baudrillard, masyarakat kesulitan membedakan kenyataan dan fantasi dalam kecepatan arus teknologi. Sehingga kita kesulitan menganalisis kebenaran dengan penumpukan informasi yang justru tidak berguna sama sekali. Hal itu dikarenakan kita menjadi objek dari informasi yang dikonsumsi, Seperti dikatakan Jacques Lacan, kebutuhan yang dibentuk melalui ideologi hasrat.Di abad ke-21 ini, proses penyebaran informasi di dunia telah berkembang dengan pesat. Waktu yang digunakan relatif singkat dan praktis. Salah satu contohnya adalah di dalam dunia Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), media sosial telah berhasil mengekspos aplikasi-aplikasi dan situs website yang bisa membuat segala sesuatu serba instan. Tidak dapat dipungkiri, hal ini membawa pengaruh kepada masyarakat, baik itu positif maupun negatif.