“Jika pemerintah taat kepada prinsip good governance, clean governance, hukum ditegakkan secara adil, peraturan perundangan disusun dengan melibatkan masyarakat, kebijakan publik tidak mencederai rasa keadilan masyarakat, saya kira tidak akan muncul gesekan berarti,” katanya.

Di samping itu, gesekan juga terjadi karena lemahnya pemimpin. Pemimpin kita tak pernah sabdo pandito ratu, ucapannya tidak menyatu dengan perbuatannya, sehingga menimbulkan public distrust atau ketidakpercayaan publik.

Fadli Zon melihat wacana politik identitas telah dikampanyekan sedemikian rupa, seolah otomatis negatif, sebagai upaya menekan kelompok politik tertentu. Apalagi, selama ini isu politik identitas memang dinilai menurut standar ganda dalam dunia politik Indonesia.

“Pada 2019, ketika Presiden Joko Widodo jelas-jelas memilih seorang kiai sebagai calon wakil presidennya, kenapa tak ada yang melihat strategi politik itu sebagai politik-identitas, misalnya?” katanya.

Karena itu, Fadli Zon meminta kepada semua pihak jangan gegabah dan harus hati-hati dalam mendudukkan apa yang dimaksud dengan politik-identitas. Tanpa argumentasi akademis dan hukum yang memadai, lontaran terkait politik identitas bisa mencederai proses demokrasi Pemilu 2024.

“Jangan sampai aparat kita menjadi Polisi Demokrasi, yang bisa mendefinisikan persoalan-persoalan demokrasi hanya menurut persepsi sendiri,” katanya.

Baca Juga : Jelang Pemilu 2024, Polri-Dewan Pers Akan Cegah Polarisasi dan Politik Identitas

Nonton Juga