Jakarta – Majelis Ulama Indonesia (MUI) membuka kemungkinan memperbolehkan penggunaan ganja medis. Salah satu rujukannya adalah Keputusan MUI menyikapi nikotin. Namun, keputusan final soal ganja belum diketok para ulama.

“Yang ini (keputusan MUI soal nikotin) jadi salah satu referensi,” kata Ketua Bidang Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, kepada detikcom, Sabtu (2/7/2022).

Baca Juga : Bentuk SDM yang Beriman dan Bertakwa, Bupati Gowa Gandeng MUI

MUI pernah menetapkan Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia IV Tahun 2012 tentang Nikotin sebagai bahan aktif produk konsumtif untuk kepentingan pengobatan. Keputusannya, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram. Namun, penggunaan nikotin sebagai obat dan terapi penyakit dibolehkan oleh MUI, sepanjang belum ditemukan terapi yang lain, dan sepanjang terbukti mendatangkan maslahat. Di luar kepentingan pengobatan, hukum mengonsumsi nikotin adalah haram.

Pada Rabu (29/6) kemarin, Asrorun telah menyampaikan respons MUI atas harapan Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin yang memerintahkan MUI untuk mengkaji hukum syariat Islam soal ganja medis. Poin nomor empat memuat kemungkinan bagi MUI untuk membolehkan ganja medis. Berikut adalah bunyi poin nomor empat dari tanggapan MUI itu:

“Jika ada kebutuhan yang dibenarkan secara syar’i, bisa saja penggunaan ganja dibolehkan, dengan syarat dan kondisi tertentu. Karenanya, perlu ada kajian mendalam mengenai ihwal manfaat ganja tersebut. kita akan mengkaji substansi masalah terkait dengan permasalahan ganja ini; dari sisi kesehatan, sosial, ekonomi, regulasi, serta dampak yang ditimbulkan.”

Lebih lanjut saat ditanyai detikcom, Asrorun Niam menjelaskan soal ‘kebutuhan yang dibenarkan secara syar’i’ dalam poin di atas.

“Misalnya jika ada kebutuhan untuk pengobatan penyakit tertentu yang direkomendasikan oleh ahli yang memiliki kompetensi dan kredibilitas, yang menyatakan bahwa ganja dapat mengobatinya, mendatangkan maslahat, tidak ada alternatif lain yang lebih bagus, dan dampak negatifnya lebih kecil,” demikian kata Asrorun Niam.