JAKARTA – Juru bicara Kemenkes, Mohammad Syahril menjelaskan alasan pemerintah berencana untuk menerapkan vaksinasi booster menjadi syarat untuk melakukan perjalanan sebagai upaya menekan laju Covid-19 di berbagai daerah.

Baca Juga : Booster jadi Syarat Perjalanan, Kemenkes Ungkap Alasannya

Ia mengatakan, pemerintah tidak lagi ingin terjadi kasus seperti yang telah lalu.

“Kita tidak ingin masuk lagi ke kasus sebelumnya yang menyebabkan lonjakan orang sakit,” ujarnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Ia menjelaskan, sebelumnya situasi pandemi secara nasional sudah sempat terkendali pada Juni kemarin dengan adanya penurunan kasus Covid-19.

Syahril menuturkan, ketika itu indikator positivity rate berada di bawah 1,15 persen dengan laju transmition rate sebesar 1,03 per 100 ribu penduduk dalam seminggu. Kondisi ini, kata dia, bahkan sudah berada di bawah standar yang ditetapkan Badan Kesehatan Dunia (WHO).

“Kemarin sempat terkendali dengan ditandai pelonggaran masker di luar ruangan,” kata dia.

Kendati demikian, ia mengatakan situasi pandemi Covid-19 masih sangat fluktuatif. Akibatnya kembali terjadi peningkatan hingga pada akhir Juni kemarin, penambahan kasus harian mencapai 2.200 kasus.

Meskipun, menurut Syahril, laju penambahan kasus harian Covid-19 dalam empat hari terakhir kembali turun dan konsisten ke angka 1.000 kasus per hari.

Hanya saja, penambahan kasus tersebut masih terbilang tinggi dan menjadi alarm bahwa virus Sars-CoV-2 masih ada dan mengintai masyarakat. Terlebih dengan masuknya subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 di Indonesia.

Karenanya, ia menegaskan, penerapan booster sebagai syarat perjalanan menjadi salah satu cara untuk menekan laju penularan Covid-19 di masyarakat.

“Sekarang semua cara dilakukan, termasuk pengetatan. Sumber penularan karena ketidakdisiplinan terhadap prokes dan vaksinasi menurun,” pungkasnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mewacanakan memberlakukan vaksin booster sebagai syarat perjalanan. Wacana itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto.