JAKARTA – Pelanggaran terhadap Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) berpotensi dilakukan oleh kepolisian saat awal penyelidikan rumah dinas Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan Polri, Irjen Ferdy Sambo di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Jumat (8/7) lalu. Sebab, polisi disebutkan tidak melibatkan Ketua RT setempat.

Baca Juga : Transparansi Polri pada Kasus Brigadir J

Pakar Hukum Pidana, Abdul Fickar Hadjar mengatakan, diperlukan adanya keterlibatan unsur lingkungan karena locus delicti tersebut berada pada lingkup umum.

“Iya, seharusnya melibatkan unsur lingkungan. Karena bagaimanapun locus delicti itu berada dan terletak pada lingkungan masyarakat secara umum,” jelasnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

Polisi mengklaim, peristiwa penembakan itu bermula dari dugaan pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo yang terungkap ke publik pada Senin (11/7).

Fickar menyebutkan bahwa dalam penanganan ini polisi bertindak seolah-olah perkara merupakan urusan internal Korps Bhayangkara.

Padahal, kata dia, sistem peradilan pidana di Indonesia mengatur pentingnya keterlibatan semua unsur masyarakat selain aparat penegak hukum.

“Mungkin penyidik merasa ini urusan internal, padahal ini tindak pidana yang berlakukan keterlibatan semua unsur selain penegak hukum,” ucapnya.

Terpisah, pengamat kepoilsian dari Institute for Security and Strategic Studies (ISESS), Bambang Rukminto menyebutkan setidaknya ada dua aturan hukum yang dilewatkan penyidik.

Selain KUHAP, polisi juga tak mematuhi Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri.

Menurutnya aturan yang jelas dilanggar termaktub dalam Pasal 33 ayat (2). Beleid itu mengatur dengan jelas bahwa penggeledahan tempat atau rumah harus dilakukan dengan sepengetahuan ketua lingkungan.

Dalam huruf b, dijelaskan bahwa penggeledahan dilarang dilakukan tanpa memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan.