JAKARTA – Tidak henti-hentinya legalisasi ganja medis di Indonesia hadapi hambatan karena Mahkamahm Konstitusi (MK) tetap tidak memperbolehkan penggunaan barang tersebut selama belum ada penelitian dari pemerintah.

Baca Juga : MK : Revisi Undang-Undang untuk Gunakan Ganja Medis

Ketua Majelis, Hakim Anwar Usman mengatakan bahwa MK masih belum dapat menyetujuinya dan hal tersebut sesuai dengan apa yang ada dalam putusan perkara nomor 106/PUU-XVIII/2020. MK menolak uji formil Undang-Undang Narkotika tentang pasal-pasal larangan penggunaan narkotika golongan I.

“Berdasarkan penilaian atas fakta dan hukum, mengadili, satu, menyatakan permohonan pemohon V dan VI tidak dapat diterima. Dua, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” jelasnya dilansir dari CNNIndonesia.com.

MK menyarankan pemerintah dan DPR merevisi Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (UU Narkotika) apabila ingin melegalisasi ganja untuk keperluan medis.

MK tidak bisa mengabulkan gugatan mengenai penggunaan ganja medis karena belum ada penelitian memadai. Karenanya, Mahkamah menyarankan pemerintah untuk menggelar penelitian dan menentukan kebijakan melalui revisi undang-undang.

“Penelitian yang hasilnya dapat digunakan dalam menentukan kebijakan, termasuk dalam hal ini dimungkinkannya perubahan undang-undang oleh pembentuk undang-undang guna mengakomodir kebutuhan dimaksud,” kata Hakim Konstitusi Suhartoyo pada persidangan virtual.

Di samping itu, Anggota Komisi III DPR dari fraksi PPP, Arsul Sani menyatakan wacana legalisasi ganja untuk medis akan dibahas dalam rapat dengar pendapat (RDP) Komisi III dengan mengundang para dokter dan ahli farmasi.

Ia menyebut hal tersebut dilakukan sebagai respons terhadap putusan MK yang baru saja disampaikan. Adapun pembahasan itu dijadwalkan pertengahan Agustus mendatang, setelah reses anggota dewan.

“Setelah 17 Agustus kita akan memulai pembahasan itu. Sambil tentu pembahasan itu dibarengi dengan melakukan RDPU dulu dengan para dokter, ahli farmasi,” kata dia kepada wartawan, Rabu (20/7).