MAKASSAR – Seperti yang pernah ditegaskan Wali Kota Makassar, Moh Ramdhan Pomanto dan Bupati Pinrang, Andi Irwan Hamid, perhatian Ilham Arief Sirajuddin (IAS) terhadap pembangunan masjid, bukan isapan jempol belaka.

Baca Juga : Marshanda Bagikan Kisah saat Berada di RSJ Los Angeles

Di Luwu Utara, IAS mengunjungi kampung halaman istrinya, Aliyah Mustika Ilham (AMI) di Dusun Cappasolo, Desa Benteng, Kecamatan Malangke. Jaraknya tidak kurang dari 25 kilo meter dari Kota Masamba. Jalan yang tidak begitu bagus bukan penghalang.

Di kampung ini, nama ayah AMI, Haji Ali, cukup dikenal. Haji Ali menjadi inisiator pembangunan Masjid Abdullah tahun 1992.

Abdul Hamid mengatakan akses jalan yang kini masih terasa buruk, bisa menjadi tolak ukur akses 30 tahun lalu.

“Sekarang saja, akses jalan begitu buruk, bisa dibayangkan bagaimana dulu akses 30 tahun lalu,” kenangnya, Selasa (9/8/2022).

Wiwi, sapaan akrab Abdul Hamid, yang menjadi pengurus Masjid Abdullah sejak didirikan itu mengisahkan bagaimana bahan bangunan masjid diangkut.

“Karena akses jalan tidak memungkinkan, bahan bangunan diangkut pakai perahu. Yang kecil-kecil kadang pakai katinting. Tapi semangat Haji Ali membangun masjid tidak lepas dari keinginannya berterima kasih pada warga Cappasolo di mana ayah Haji Ali, Haji Abdullah, berdomisili di zaman penjajahan,” kenangnya.

Ilham mendengar rencana pemugaran, dan menyempatkan mengunjungi masjid itu dalam roadshow ke Luwu Raya. IAS-pun bertekad ikut membantu menyelesaikan pemugaran yang masih membutuhkan tidak kurang dari Rp 300 juta.

Kampung Cappasolo punya cerita unik tentang sebuah benda pusaka. Namanya Keris Lakaloma. Keris ini milik Petta Warani, Panglima Perang dari Andi Patiware yang lebih dikenal dengan nama Datuk Patimang.

Lakaloma sepasang. Disimpan di rumah salah satu tetua kampung, diletakkan di dalam lemari yang dilindungi oleh kelambu penuh pernak pernik perhiasan. Posisinya tergantung dengan sarung terbuka berdampingan.

Wiwi berkisah, Lakaloma dipercaya menjadi penjaga kampung saat ini. Ketika ada sesuatu yang akan terjadi pada kampung, biasanya keris ini begemuruh dentang karena bersentuhan.

Tokoh pemuda Desa Benteng, Fatwa mengatakan itu menjadi pertanda akan sesuatu yang besar akan terjadi.

“Itu menjadi penanda sesuatu yang besar akan terjadi. Bahkan saat kerusuhan dan banjir, Lakaloma juga ketika itu memberi isyarat,” sambungnya.

Percaya atau tidak, di Dusun ini, warga percaya bahwa jangan coba-coba membawa kuda.

“Sudah berkali-kali, setiap ada warga yang mencoba membawa kuda, tidak pernah lewat semalam, kuda itu mati tanpa sebab. Biasanya diawali dengan mengamuk tanpa sebab,” sambungnya.

Di desa Benteng, IAS juga menyambangi tokoh masyarakat Malangke, Haji Attas, yang sudah berusia lebih dari 100 tahun. Haji Attas yang pernah dua kali didaulat menjadi kepala desa tanpa pemilihan.

“Salamaki dengan perjuanganta Nak,” katanya.