MAKASSAR – Belanda dan Makassar sudah hampir sama pada abad 17. Hal ini sangat menarik diungkapkan oleh Dr Kathryn Wellen. Begitu pun penuturan Prof Makoto Ito dari Jepang. Namun, bagi Prof Emeritus Campbell Macknight dan Kathryn, saat itu Nagasaki belum menjadi cosmopolitan. Makassar dan Belanda, menurutnya, sudah menjadi cosmopolitan.

Hal tersebut terungkap dalam bincang sejarah dan budaya yang diselenggarakan oleh Perkumpulan Wija Raja Lapatau (Perwira LPMT) di Claro Hotel, Minggu sore, 14 Agustus 2022.

Bincang budaya ini dihadiri ratusan peserta baik online maupun zoom dipandu oleh Dr Andi Ahmad Dosen Ilmu Budaya Unhas dengan menghadirkan pembicara dari lintas negara, Prof Campbell (Australia), Dr Cathryn (Belanda).

Dr Cathryn juga mengupas soal bola dunia karaeng patingalloang, artinya saat itu pengetahuan dengan peradaban tinggi yang sudah tinggi. Meski demikian dari beberapa penelitian disepekati, jejak paling tinggi Belanda dan Makassar adalah tentang rempah-rempah.

Pula tentang pelabuhan, Makassar sudah terkenal. Namun tentang nama, apakah pelabuhan Makassar atau ujung pandang atau Somba opu pelabuhan? Itulah yang masih menjadi riset.

Sulsel sangat penting sebelum Belanda tiba.
Menurut profesor Campbell dari Australia, pelabuhan Gowa memang sudah ada, Somba opu dan tersiar juga maccini sombala.

Horst mengatakan, sudah menyebut sejak lama nama Makassar. Beberapa kapal juga sudah berlayar di luar dan sudah sering mengatakan nama Makassar. Beberapa sumber Belanda tidak mengacu sumber tertentu, tapi semua sudah menyebut Makassar.

Profesor campbell menambahkan, rempah-rempah sudah membuat nama Makassar Sulsel sebagai sebuah daerah kerajaaan yang terkenal dari Sulsel.

Ratusan peserta baik zoom maupun offline di lantai 2 claro antusias mengikuti bincang budaya ini. Baik dari akademisi, penulis buku budaya, sampai raja Gowa dan cucu Raja Andi Mappanyukki hadir sejak sore hingga malam bersama para peneliti lintas negara ini.

Baca Juga : Perwira Lapatau Bone Gelar Silaturahmi dengan Sombayya Raja Gowa