RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam), Mahfud MD meyakini bahwa korban eks Mahasiswa Ikatan Dinas era 65 (eks Mahid) ingin membuktikan sebuah pengakuan tidak melakukan kegiatan anti negara masa lalu.

Hal itu, ia sampaikan dalam Zoom Mett agenda pertemuan Menko Polhukam RI dengan Korban Pelanggaran HAM yang Berat di Luar Negeri, di PRAHA, Republik Ceko pada Senin, 28 Agustus 2023.

Menurutnya, meski sempat tidak mempunyai harapan menjalankan kebijakan dimaksud, namun kini pemerintah telah berhasil memberikan ruang itu.

“Karena keseriusan kami sesuai strategi juga, apa yang realistis atau tidak,” ujarnya.

Mahfud MD berkata, pemerintahan Republik Indonesia telah mengutus dengan kekuatan penuh dalam menangani hal itu terdapat empat Kementrian, yakni, Kemenpolhukam, Menkumham, Kementrian Luar Negri, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Mahfud MD menjelasakan, melalui keputusan presiden nomor 17 tahun 2022 yang isinya tentang non Yudisial pelanggaran HAM berat yang dilakukan pemerintah terhadap warga negara, untuk Yudisial akan ada proses sesuai ketentuan undang-undang.

“Yudisial akan terus di proses dengan Komnas HAM, Kejagung dan DPR RI sesuai bukti-bukti yang di ajukan ke Pengadilan,” kata Mahfud MD.

Mahfud MD menegaskan kalau keputusan politik dan Ketatanegaraan masalah G30S PKI atau masalah tahun 1965 sudah selesai, akan tetapi pengadilan HAM belum dapat secara realistis pelanggaran pidana HAM harus jelas pelakunya. “Pelaku pidana yang meninggal, tidak boleh timpalkan ke anak, hukum pidana pelakunya meninggal selesai, kasus ditutup,” ujar dia.

Apalagi, kata Mahfud MD, pemerintah yang menjabat di duga melakukan pelanggaran HAM berat dan melakukan diskriminasi saat itu sudah meninggal dunia.

Salah satu Korban Eks Mahid, Hartoni Ubes atau akrab disapa Abah Ubes asli Jawa Barat, menceritakan alasan dirinya ingin sekali kembali ke Indonesia.