MAKASSAR  – Pribadi santun, orang Bugis biasa menyebutnya ‘makkiade’. Itulah sosok Andi Sofyan Hadi, penulis buku catatan harian Puatta Lapatau Matanna Tikka, Raja Bone yang mempunyai banyak kelebihan nan karakter luar biasa.

Bagi Andi Fian-sapaan akrab lelaki yang berulang tahun kemarin ini, adat dan budaya tetap harus terus mendapat tempat khusus ‘Ade’ itu harus terus menjadi simbol, apalagi masyarakat Bugis Makassar,” ujarnya suatu waktu.

Menurut lelaki turunan bangsawan ulaweng ini, banyak orang terpelajar tapi belum tentu ‘makkiade’.

”Kita harus santun kepada yang lebih tua, apakah itu bangsawan maupun orang terpelajar,” ungkapnya.

Menulis buku catatan harian Raja Lapatau adalah suatu kebanggaan tersendiri. Bagi Fian yang juga merupakan anggota Polri ini, mencari dan mengolah data dan berbagai sumber menjadi pekerjaan rutin, selama 2 tahun terakhir.

”Kita tidak boleh asal menulis atau mengartikan sepotong-sepotong. Apalagi ini berkaitan dengan lontara dan sejarah Kerajaan Bone,” tuturnya.

Misalnya saja, tentang kehebatan berburu dan ucapan ketegasan kalimat Puatta (Raja). Pula soal adanya pada jaman itu binatang gajah yang sempat menjadi kendaraan khusus, selain kuda pastinya.

Kecintaan terhadap literasi memang tak diragukan lagi. Sejak di bangku sekolah menengah, sosok Fian memang suka bertanya dan mendatangi keluarga dan kerabatnya prihal lontara.

”Sejak SMA memang Andi fian suka budaya dan literasi. Mengelilingi beberapa daerah kabupaten bahkan provinsi hanya ingin mengenal budaya dan belajar tentang literasi,” tutur Andi Syamsurianto salah seorang kerabat di Perwira Lapatau.

Misal pengertian arung ‘Pattola’, dan arung ‘lolo’, Andi Fian menjelaskan dengan runtut sejak siang hingga malam. Pula soal kebiasaan para Raja dan komitmen serta keteguhan sikap seorang bangsawan.