MAKASSAR – Kontribusi PT Vale Indonesia, Tbk selama kurang lebih 50 tahun disebut belum memiliki dampak bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat daerah di lokasi pertambangan, terutama di Luwu Timur.

Direktur Nusantara Riset, Afrianto, menyoroti data pertumbuhan ekonomi Lutim yang pada 2021 mengalami penurunan, yakni minus 1,39 (-1,39). Sementara dua tahun sebelumnya, hanya tumbuh tidak sampai 2 persen, 2019 tumbuh 1,17 dan 2020 tumbuh 1,46.

Afrianto mengatakan kontribusi pertambangan terhadap PDRB (Produk Domestik Regional Bruto) Lutim memang tinggi sekitar 44 persen. Sisanya sektor pertanian 24 persen dan 14 sektor lainnya.

“Sektor pertambangan ini harusnya memberi dampak signifikan kepada sektor lainnya. Terutama barang dan jasa, ini malah korelasinya sangat lemah,” katanya dalam diskusi publik yang digelar SMSI bertajuk ‘Perpanjangan Kontrak Karya PT Vale, Siapa Untung?’, Rabu (5/10/2022) di Makassar.

Tak hanya pertumbuhan ekonomi, Afrianto juga menyoroti bahwa data Indeks Desa Membangun (IDM) yang dikeluarkan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi pada 2021 lalu.

Diketahui PT Vale melalui program CSR-nya memasukkan 43 desa sebagai daerah pengembangan masyarakat. 43 desa ini berada di empat kecamatan, masing-masing Sorowako, Nuha, Malili dan Towuti.

Namun, data IDM menyebutkan hanya 6 desa yang masuk kategori desa mandiri. Sisanya masih dalam kategori desa berkembang.

“Selama 50 tahun lebih, harusnya desa-desa itu sudah masuk desa mandiri. Artinya program pengembangan yang dilakukan lewat CSR belum mampu menciptakan kemandirian desa,” sebutnya.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Bahtiar Maddatuang mendukung langkah Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman yang mendukung pengelolaan tambang nikel di Lutim diambil alih oleh pemerintah agar lebih optimal.

“Salah satu cara daerah bisa mandiri dengan memaksimalkan potensi daerah yang ada. Kita butuh cara berpikir seperti Gubernur Pak Andi Sudirman Sulaiman ini,” katanya.