JAKARTA – Pakar Hukum Tata Negara Universitas Muslim Indonesia, Dr. Fahri Bachmid,S.H.,M.H.mengatakan, akses untuk mendapatkan bantuan hukum hukum dari Advokat, bukan hanya diberikan kepada Tersangka atau Terdakwa, tetapi juga kepada Saksi dalam Penyidikan, dan Terperiksa dalam proses Penyelidikan harus dibaca sebagai hak konstitusional.

Baca Juga: Peringkat Pertama, Sulsel Suplai 25 Persen Kebutuhan Beras Nasional 

Keterangan tersebut disampaikan saat dihadirkan sebagai Ahli oleh Dewan Pimpinan Nasional Perhimpunan Advokat Indonesia (DPN Peradi) yang diwakili oleh Ketua Umum Prof. Dr. Otto Hasibuan,S.H.,M.H. dan Dr. H. Hermansyah Dulaimi,S.H.,M.H. selaku Sekretaris Jenderal yang dalam perkara ini berkedudukan sebagai Pihak Terkait pada persidangan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI) dalam Perkara Nomor 61/PUU-XX/2022.

 

Keterangan Fahri Bachmid disampaikan dalam sidang ketujuh uji materil KUHAP yang digelar Mahkamah Konstitusi (MK) pada Senin (10/10) di Ruang Sidang Pleno MK yang dihadiri para pihak.

 

Persidangan dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Prof. Dr. H. Anwar Usman, S.H., M.H.

 

Fahri Bachmid mengatakan, untuk itu, perlu adanya suatu penafsiran terhadap Pasal 54 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Hukum Acara Pidana (KUHAP) guna menjamin persamaan di hadapan hukum sebagaimana yang diamanatkan dalam rumusan konstitusi Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

 

Maka MK harus memberikan pemaknaan konstitusional bersyarat atas rumusan norma pasal 54 KUHAP itu sendiri, agar menjadi selaras dan sebangun dengan rumusan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menegaskan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum.

 

Dalam pokok keterangannya, Fahri berpendapat bahwa saksi memiliki hak dilindungi dan telah diatur dalam Undang-Undang.