JAKARTA – Kantor Kementerian Pertanian menjadi titik aksi Serikat Petani Indonesia (SPI) terkait penolakan pembangunan food estate.

Baca Juga: Kakanwil Kemenkumham Sulsel Hadiri Festival Karya Cipta Anak Negeri

Ketua Umum SPI, Henry Saragih mengatakan ada sejumlah tuntutan yang disampaikan aksi ini. Salah satunya meminta pemerintah hentikan pembangunan food estate, apalagi alasannya karena krisis pangan.

“Kita menolak dibangunnya food estate ini atas nama krisis pangan karena sesungguhnya krisis pangan terjadi akibat dari pangan dikelola oleh korporasi besar dan pangan ini jadi bahan spekulasi,” ujarnya dilansir dari  .

Ia berpendapat dengan adanya food estate hasil panen petani semuanya diekspor tanpa memenuhi kebutuhan dalam negeri. Hal ini jadi membuat harga pangan makin mahal di dalam negeri karena stok terbatas.

Ia mencontohkan komoditas pangan kelapa sawit. Pada saat itu diekspor besar-besaran, sehingga membuat harga minyak goreng melonjak tinggi.

Ia tak ingin hal serupa terjadi untuk produk pangan lainnya jika dikelola oleh food estate. Karenanya, SPI mendorong Kementerian Pertanian untuk mengganti food estate dengan Kawasan Daulat Pangan (KDP) sebagaimana selama ini dipraktikkan oleh petani-petani.

“Kita juga nggak mau padi, kacang kedelai, peternakan dan lainnya di urus oleh perusahaan atau food estate tadi, tapi harus dikelola oleh pertanian keluarga, maka di bangun aja koperasi atau kawasan kedaulatan pangan,” jelasnya.

Tuntutan lain yang disampaikan petani adalah agar pemerintah membatalkan rencana impor bibit rekayasa genetik (genetically modified organism/ GMO) kedelai. Alasannya, karena kedelai hasil pengembangan teknologi ini bisa berbahaya bagi kesehatan.

“Menolak pengembangan kacang kedelai rekayasa atau GMO di Indonesia karena bahaya bagi kesehatan. Di Eropa aja GMO ini dilarang karena ini benihnya dengan menggunakan teknologi yang akan membuat terganggu kesehatan manusia. Jadi kita menolak,” pungkasnya.