JAKARTA – Wakil Menteri Hukum dan HAM era Presiden SBY, Denny Indrayana bersama Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) sebagai kuasa hukum untuk menggugat Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) 18/2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023 ke Mahkamah Agung.

Baca Juga: Pemprov Sulsel akan Lanjutkan Pembangunan Ruas Jalan Selayar

Menurut Denny, permenaker soal kenaikan UMP 2023 itu disusun tanpa partisipasi publik yang seharusnya. Ia menilai permenaker bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi seperti UU 13/2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU 11/2020 tentang Cipta Kerja.

“Bahwa terbitnya Permenaker 18/2022 menjelang ujung masa penetapan Upah Minimum 2023 telah mengubah berbagai rumusan hukum yang telah ada pada peraturan yang lebih tinggi, dan karenanya bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tersebut, serta menimbulkan ketidakpastian hukum yang memperburuk iklim usaha di tanah air,” tutur Denny dilansir dari CNNInodnesia.com.

Sembari menunggu putusan Mahkamah Agung, ia akan meminta kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Tenaga Kerja Ida Fauziyah untuk menunda pelaksanaan Permenaker 18/2022.

Denny juga menyarankan kepada kepala daerah yang akan menentukan untuk tetap menggunakan PP 36/2021 sebagai dasar penetapan upah minimum di tiap daerah.

“Guna menghindari gugatan pembatalan penetapan upah minimum ke Pengadilan Tata Usaha Negara, disebabkan Permenaker 18/2022 yang bertentangan dengan peraturan-peraturan yang lebih tinggi tersebut,” ucap Denny.

Lebih jauh, ia berargumen gugatan yang dilakukan pengusaha terhadap permenaker itu tidak hanya karena bermasalah dari sisi hukum. Alasan lain; juga dari sisi ekonomi dan keadilan.

“Karena makin memberatkan dunia usaha, yang pada gilirannya dapat menyebabkan hilangnya peluang kerja, dan bahkan gelombang Pemutusan Hubungan Kerja massal, yang tentunya sama-sama tidak kita harapkan akan terjadi,” tegasnya.