MAKASSAR – Produk pertanian khas Kabupaten Luwu Utara (Lutra) yakni Beras Tarone disebut dalam persidangan Gubernur Sulsel non aktif, Prof HM Nurdin Abdullah (NA) di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu kemarin (29/9/2021).

Baca Juga: Hadiri Syukuran Panen di Seko, Wabup; Kita Surplus Beras

Salah satu saksi yakni kontraktor Rober Wijoyo mengungkap fakta bahwa kardus yang diserahkan ke ajudan NA, Syamsul Bahri (SB) bukan berisi uang Rp1 M, melainkan berisi sampel beras tarone khas Kabupaten Lutra sebanyak 10 kilogram.

“Saya mau kasi sampel beras Tarone khas Luwu Utara untuk Pak NA. Beras itu langkah, saya mau Pak NA coba beras tarone harganya waktu itu Rp15 ribu per kilogram. Selain Pak NA, tidak ada lagi pejabat Pemprov Sulsel yang saya berikan,” ungkapnya dalam persidangan.

Lalu seperti apa beras khas Lutra itu? Dilansir dari berbagai sumber, beras tarone adalah jenis beras organik atau non pestisida yang dihasilkan oleh petani di Kecamatan Seko, Kabupaten Luwu Utara, Sulsel.

Varietas unggul lokal tersebut dapat tumbuh pada ketinggian 800-1.300 di atas permukaan laut (dpl). Beras tarone hanya tumbuh di Kecamatan Seko, telah dicoba untuk ditanam dan dikembangkan di luar habitat aslinya, namun belum dapat memberikan hasil yang memuaskan.

Umur tanaman mencapai 6 bulan, bentuknya agak pendek dan cembung serta mempunyai rasa yang enak, mengeluarkan bau harum saat dimasak, dan tidak cepat basi.

Dari keterangan Nurdin Abdullah (NA), beras tarone ingin dijadikan sebagai produk pertanian unggul khas Kabupaten Lutra. Apalagi menurutnya, rasa beras tarone lebih enak dari pada beras dari Jepang.

“Beras tarone itu khas Kabupaten Luwu Utara. Berasnya kecil dan lebih enak dari pada Jepang eehingga saya sarankan untuk dijadikan varietas lokal unggul,” jelasnya dihadapan Hakim, JPU KPK, dan Penasihat Hukum.