MAMUJU – Menyikapi perkembangan pengelolaan peremajaan sawit rakyat (PSR) atau replating di Mamuju Tengah, dan proses hukum yang sudah dimulai oleh aparat penegak hukum beberapa waktu lalu, kami dari Lembaga solidaritas pemerhati hutan dan anti diskriminasi, (SOMPHAD) Sulawesi Barat, menaruh prihatin pada persoalan tersebut.

Dimana sejumlah laporan yang berhasil kami kumpulkan dilapangan, terkait proses pengelolaan replanting di Mamuju Tengah, mulai dari proses kajian teknis usulan lahan sasaran replanting, sampai pada pembuatan komitmen kerjasama kelompok tani sebagai kelompok sasaran pengelola replanting sekaligus pemilik lahan, patut diduga keluar dari prinsip pengelolaan program dan anggaran yang terindikasi kearah kerugian negara.

Berikut dugaan praktik pengelolaan anggaran yang bermuara pada praktik korupsi pada program replanting atau PSR di Mamuju Tengah :

1. Patut diduga kesiapan lahan dengan kuota yang turun tak seimbang, sehingga sebagian kuota replanting, justru menjadi penanaman sawit pada lahan baru atau sapras.

2. Patut diduga kuota replanting ditanam diatas lahan baru yang masuk kawasan hutan lindung semisal program replanting diwilayah kecamatan Karossa, Mamuju Tengah.

3. Patut diduga, sebagian kelompok penerima program replanting adalah kelompok yang tak memenuhi syarat menjadi kelompok penerima, karena kelompok tersebut tak memiliki lahan sawit yang layak di remajakan.

4. Patut diduga, dana tunggu yang diserahkan kepada kelompok tani penerima program replanting, jumlahnya tak sesuai dengan jumlah yang seharusnya diterima oleh kelompok penerima, dimana seharusnya setiap pemilik lahan dalam kelompok menerima Rp.30 juta perhektar, namun ditengarai petani menerima kurang dari Rp.30 juta.

5. Patut diduga, program replanting ini, justru tak berbasis lingkungan, karena sejumlah hutan lindung dibeberapa titik, diterabas untuk memenuhi kuota yang turun, sehingga fakta dilapangan, bukan lagi replanting tapi sapras atau penanaman baru.