Namun pada tahun 2018, ketegangan kembali muncul ketika pemerintah Bangladesh menentang peta terbaru Myanmar yang salah menunjukkan pulau itu sebagai bagian dari wilayahnya, meskipun kemudian peta itu direvisi.

Protes dari Bangladesh dimulai akhir bulan Juli sebagai tanggapan terhadap kuota PNS yang diberikan oleh pemerintahan Hasina yang dianggap sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan.

Meskipun demonstrasi diprakarsai oleh mahasiswa, tindakan keras dari pemerintah mengakibatkan banyak korban, termasuk kematian 155 orang dan 455 orang terluka.

Hasina sendiri, yang telah memerintah selama 20 tahun, melarikan diri ke luar negeri. Saat ini, Bangladesh dipimpin oleh ekonom dan pemenang Hadiah Nobel Perdamaian, Muhammad Yunus, sebagai kepala pemerintahan sementara.