RAKYAT NEWS, JAKARTA – Aliansi Masyarakat Adat Nasional (AMAN) mengkritisi penggunaan pakaian adat oleh pejabat negara dalam perayaan hari kemerdekaan Republik Indonesia.

Menurut Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum, dan Hak Asasi Manusia AMAN, Muhammad Arman, penggunaan pakaian adat oleh pejabat pada perayaan kemerdekaan dianggap tidak selaras dengan upaya perlindungan terhadap masyarakat adat.

“Ini adalah bentuk penundukan,” kata Arman, dikutip dari Tempo, Ahad, (18/08/2024).

Arman menekankan bahwa negara, khususnya Presiden Joko Widodo, perlu memberikan perlindungan yang lebih baik kepada masyarakat adat, termasuk dengan segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Masyarakat Adat.

Pada peringatan Hari Kemerdekaan ke-79 Republik Indonesia di Ibu Kota Nusantara (IKN), peran masyarakat adat diabaikan dan tidak diberikan perlindungan setelah terdampak proyek pembangunan.

“Penggunaan pakaian adat ini adalah bentuk pencitraan saja. Karena faktanya masyarakat tidak sama sekali dilibatkan,” ujar Arman.

Contohnya adalah warga Desa Balik Sepaku yang terdampak mega proyek IKN. Mereka tidak mendapat perlindungan setelah wilayah tempat tinggal mereka terancam oleh proyek tersebut.

“Ribuan masyarakat di sana hidup dalam ketidakpastian setelah investasi dan pembangunan IKN merampas lahan masyarakat,” kata Arman.

Pada perayaan 17 Agustus, Presiden Jokowi memakai pakaian adat Kustim dari Kalimantan Timur di IKN. Informasi dari Biro Pers Sekretariat Presiden menyebutkan bahwa pakaian adat tersebut merupakan busana khas Suku Kutai yang terinspirasi dari Kesultanan Kutai Kertanegara.

Sementara Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, merayakan Hari Kemerdekaan di Istana Negara Jakarta dengan mengenakan pakaian adat Papua yang sama dengan putranya, Jan Ethes.