RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) telah memutuskan bahwa partai politik atau koalisi partai politik yang menjadi peserta Pemilu diizinkan untuk mengajukan calon kepala daerah meskipun tidak memiliki kursi di DPRD.

Keputusan itu diambil setelah hakim menyetujui sebagian dari gugatan dalam perkara nomor 60/PUU-XXII/2024 yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang di gedung MK, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/8/2024). Hakim memenuhi sebagian tuntutan yang diajukan oleh Partai Buruh dan Partai Gelora terkait dengan UU Pilkada.

Dalam pertimbangannya, MK menyatakan bahwa Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tidak sesuai dengan konstitusi. Isi dari Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada tersebut adalah:

Dalam hal Partai Politik atau gabungan Partai Politik mengusulkan pasangan calon menggunakan ketentuan memperoleh paling sedikit 25% (dua puluh lima persen) dari akumulasi perolehan suara sah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ketentuan itu hanya berlaku untuk Partai Politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

Sementara itu, MK juga merubah isi dari pasal 40 ayat (1) UU Pilkada berdasarkan jumlah komposisi daftar pemilih tetap.

Partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

Untuk mengusulkan calon gubernur dan calon wakil gubernur:

a. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap sampai dengan 2 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di provinsi tersebut

b. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 2 juta jiwa sampai 6 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di provinsi tersebut

c. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 6 juta jiwa sampai 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di provinsi tersebut

d. Provinsi dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 12 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di provinsi tersebut

Untuk mengusulkan calon bupati dan calon wakil bupati serta calon wali kota dan calon wakil wali kota:

a. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 10% di kabupaten/kota tersebut

b. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 250 ribu sampai 500 ribu jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 8,5% di kabupaten/kota tersebut

c. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 500 ribu sampai 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 7,5% di kabupaten/kota tersebut

d. Kabupaten/kota dengan jumlah penduduk yang termuat pada daftar pemilih tetap lebih dari 1 juta jiwa, partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu harus memperoleh suara sah paling sedikit 6,5% di kabupaten/kota tersebut.

Direktur Eksekutif Perludem, Khoirunnisa Nur Agustyati, menyatakan bahwa keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) mengenai syarat pencalonan kepala daerah akan berlaku pada Pilkada 2024.

“Putusan ini berlaku saat ini,” kata Khoirunnisa, Selasa (20/8), mengutip CNNIndonesia.com.

Agustyati menyampaikan bahwa ketidakmenerapan putusan ini dalam Pilkada 2024 dapat menimbulkan masalah hukum di masa depan.

Selaras dengan itu, Anggota Dewan Pembina Perludem, Titi Anggraini, juga menyatakan bahwa keputusan ini akan berlaku untuk Pilkada 2024. Menurutnya, MK tidak menyebutkan penundaan waktu berlakunya keputusan tersebut.

“Putusan MK biasanya kalau dia menunda keberlakuan itu eksplisit disebut dalam amar seperti putusan perludem nomor 116 tahun 2023 soal ambang batas parlemen yang oleh Mk disebut berlakunya untuk pemilu 2029 dan setelahnya,” kata Titi.

Titi juga meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk tidak menginterpretasikan sendiri bahwa keputusan ini akan berlaku pada tahun 2029. Hal ini dikarenakan keputusan tersebut memiliki kesamaan dalam karakter dengan putusan MK Nomor 90 tahun 2023 mengenai syarat usia calon presiden yang digunakan dalam tiket pencalonan Gibran Rakabuming Raka.

Selanjutnya, mekanisme penerapan keputusan MK harus direspons oleh KPU melalui perubahan peraturan KPU atau Peraturan KPU yang disesuaikan dengan amar yang telah diputuskan oleh hakim MK.