RAKYAT NEWS, JAKARTA – Donald Trump memenangkan pemilihan presiden Amerika Serikat pada 5 November 2024. Salah satu faktor kemenangannya adalah dukungan dari pemilih Muslim Amerika.

Trump mengakui hal ini dalam pidato kemenangannya. Ia menyatakan bahwa kelompok Muslim termasuk di antara mereka yang mendukungnya sehingga memenangkan jabatan Presiden AS ke-47.

“Mereka datang dari seluruh penjuru, serikat, non-serikat, Afrika Amerika, Hispanik Amerika, Asia Amerika, Arab Amerika, Muslim Amerika,” tegasnya

“Kami memiliki semua orang. Dan itu indah,” ujarnya.

Berdasarkan laporan Anadolu Agency, Dewan Hubungan Amerika-Islam (CAIR) memberikan respons terhadap kemenangan Trump. Direktur Eksekutif Nasional CAIR, Nihad Awad menyatakan Trump berkomitmen untuk menghentikan pertumpahan darah di Gaza.

Awad juga mengkritik kebijakan politik luar negeri mantan Presiden AS yang menyebabkan penderitaan di dunia Muslim, seperti George Bush dan Wakil Presiden Dick Cheney.

“Penting bagi Presiden Terpilih Trump untuk sekarang mengakui bahwa sebagian besar orang Amerika, termasuk Muslim Amerika yang mendukungnya, tidak ingin melihat lebih banyak kefanatikan di dalam negeri atau lebih banyak perang di luar negeri,” tegasnya.

Awad menyerukan agar Trump memperhatikan kepentingan masyarakat Muslim ini dan mengutamakan perdamaian dunia dalam kebijakan luar negeri AS ke depan.

“Ke depannya, kami berharap semua pejabat terpilih untuk benar-benar menanggapi masalah mendesak para pemilih Muslim. Ini termasuk Presiden Terpilih Trump,” tambahnya.

Selanjutnya, Awad juga menyoroti kinerja Partai Demokrat dan Kamala Harris, lawan politik Trump. Menurutnya, kegagalan Kamala dalam pemilihan presiden disebabkan oleh sikap Gedung Putih yang dikuasai Partai Demokrat terhadap konflik di Gaza.

“Presiden terpilih harus memenuhi janji kampanyenya untuk mengejar perdamaian di luar negeri, termasuk dengan mengakhiri perang di Gaza,” ujarnya lagi.

“Namun, ini harus menjadi perdamaian sejati yang didasarkan pada keadilan, kebebasan, dan negara bagi rakyat Palestina,” jelasnya.

Sebagai informasi tambahan, berdasarkan Al-Jazeera dan Fox News, aktivis Arab di Dearborn, Michigan, yang merupakan warga Muslim Amerika, mengecam keras sikap Kamala yang dianggapnya mendukung Israel tanpa syarat. Michigan, salah satu negeri dengan populasi Muslim yang signifikan, menjadi negara kunci dalam pemilihan presiden AS.

“Genosida adalah politik yang buruk,” kata salah satu aktivis.

Menurut aktivis Adam Abusalah, Kamala dianggap memihak Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dengan mengorbankan dukungan dari basis Demokrat, Arab, Muslim Amerika, kaum muda, dan kelompok progresif.

“Salah satu alasan Harris kalah adalah keputusannya untuk memihak Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dengan mengorbankan basis Demokrat, Arab dan Muslim Amerika serta kaum muda dan kaum progresif,” tambah aktivis Adam Abusalah.

“Itu bukan salah kami. Mereka tidak bisa menjelek-jelekkan komunitas kami,” ujarnya lagi.

Seorang konsultan politik Amerika keturunan Lebanon di Detroit, Hussein Dabajeh, mengungkapkan bahwa ia kurang paham bagaimana kepresidenan Trump akan memengaruhi masyarakat Arab dan Muslim Amerika serta negara secara keseluruhan. Namun, ia berharap hal yang positif.

“Saya harap itu sesuatu yang baik. Saya berharap negara ini bisa bersatu. Saya berharap Partai Demokrat sadar,” kata Dabajeh.

Sebelumnya, Trump secara resmi memenangkan kontestasi pemilihan presiden AS setelah berhasil mengumpulkan minimal 270 suara electoral college yang mengalahkan lawan politiknya dari Partai Demokrat, Kamala.

Saat berita ini disusun, Trump telah mengamankan 295 suara elektoral, sementara Kamala hanya mencapai 226 suara. Trump juga meraih suara populer lebih tinggi, dengan total 73.523.637 suara (50,92%), sementara Kamala hanya memperoleh 68.683.845 suara (47,57%).