Lokomotif Dinas KA Sawunggalih Tertemper Angkot di Petak Jalur Jatinegara – Pasarsenen, Ini Penjelasan PT KAI
RAKYAT.NEWS, JAKARTA – PT Kereta Api Indonesia (Persero) angkat bicara terkait adanya insiden Lokomotif tertemper mobil angkot di Jalur Perlintasan Langsung (JPL) no 38 Jalur Hilir Jatinegara – Pasarsenen pada hari Minggu (29/12/2024).
Manager Humas KAI Daop 1 Jakarta, Ixfan Hendriwintoko mengatakan, ketika ada KA yang akan lewat sinyal atau sirine sudah diperdengarkan, petugas JPL pun juga sudah lakukan proses penutupan palang pintu.
Namun berdasarkan informasi dari petugas dilapangan, kata Ixfan, angkot berwarna biru masih berada ditengah perlintasan JPL no 83 dan belum sepenuhnya melewati perlintasan hingga terjadi insiden tersebut.
“JPL resmi terjaga, kejadiannya sore hari sekitar pukul 17.08 wib, yang tertemper lokomotif untuk dinas KA Sawunggalih,” kata Ixfan, Minggu (29/12/2024).
Lebih lanjut, dikatakan Ixfan, setelah pengecekan dan pembersihan jalur akibat insiden Lokomotif tertemper, Lokomotif masih aman untuk melanjutkan perjalanan, sampai stasiun Pasarsenen Lokomotif dilakukan pengecekan oleh petugas sarana dan dinyatakan aman untuk melanjutkan Dinas KA Sawunggalih.
“Dari insiden tersebut, Lokomotif untuk dinas KA Sawunggalih sempat terganggu, namun KA sudah diberangkatkan tepat waktu,” ujar Ixfan.
Kembali, Ixfan mengingatkan terkait Undang Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 114 menyatakan bahwa pada perlintasan sebidang antara jalur kereta api dan jalan, pengemudi kendaraan wajib: a) Berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai di tutup dan atau ada isyarat lain; b) Mendahulukan kereta api, dan; c) Memberikan hak utama kepada kendaraan yang lebih dahulu melintas rel.
Selanjutnya, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api disebutkan bahwa pemakai jalan wajib mendahulukan kereta api.
Regulasi ini menyebutkan, palang pelintasan pada perpotongan sebidang berfungsi untuk mengamankan perjalanan kereta api dan bukan mengamankan pengguna jalan. Jika terjadi kecelakaan pada pelintasan ini, hal itu bukan kecelakaan perkeretaapian, melainkan kecelakaan lalu lintas jalan.
“Maka dari itu, setiap pengguna jalan wajib mematuhi semua rambu-rambu di perpotongan sebidang untuk menjaga keamanan kereta api dan lalu lintas jalan,” ujar Ixfan.
Pada Pasal 110 ayat (4) di aturan yang sama, menyebutkan pintu perlintasan untuk mengamankan perjalanan kereta api, bukan sebagai pengaman pengguna jalan.
Disebutkan pada pasal 296 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor pada perlintasan antara kereta api dan Jalan yang tidak berhenti ketika sinyal sudah berbunyi, palang pintu kereta api sudah mulai ditutup, dan/atau ada isyarat lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 114 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau denda paling banyak Rp750.000.
Selanjutnya, terkait dengan perlintasan kereta api, pasal 110 Peraturan Pemerintah Nomor 72, menyebutkan pada perpotongan sebidang antara jalur kereta api dengan jalan yang selanjutnya disebut dengan perpotongan sebidang yang digunakan lalu lintas umum atau lalu linta khusus, pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan keteta api.
Tinggalkan Balasan