RAKYAT NEWS, JAKARTA – Ukraina telah resmi menutup jalur transportasi gas Rusia ke Eropa melalui wilayahnya setelah berakhirnya Transit Deal. Keputusan ini diambil karena ketegangan antara Ukraina dan Rusia yang belum mereda.

Kementerian Energi Ukraina mengungkapkan dalam pernyataan resmi bahwa penutupan kesepakatan transit dilakukan demi kepentingan nasional.

“Ini adalah peristiwa bersejarah,” sebagaimana tertera di keterangan resmi Kementerian Energi Ukraina, dilansir CNN Internasional, Rabu (01/01/2025).

Sebelum Transit Deal berakhir, perusahaan yang menggunakan jalur pengiriman gas dari Rusia ke Eropa melalui Ukraina telah mengalami kerugian karena penurunan penjualan gas ke Benua Biru.

Gazprom, perusahaan gas terbesar Rusia yang telah menandatangani kontrak transit dengan Naftogaz, perusahaan gas Ukraina, menderita kerugian sebesar US$ 6,9 miliar pada tahun 2019. Ini adalah kerugian pertama Gazprom dalam 20 tahun terakhir.

Kerugian yang akan dialami Ukraina akibat berakhirnya Transit Deal diperkirakan mencapai US$ 800 juta per tahun, sementara Gazprom diperkirakan akan kehilangan pendapatan sebesar US$ 5 miliar dari penjualan gas.

“Beberapa negara Eropa yang masih membeli gas Rusia sebelumnya telah mengatur rute pasokan alternatif,” bunyi laporan Reuters terkait dampak kerugian dari berakhirnya Transit Deal.

Beberapa negara Eropa yang sebelumnya bergantung pada gas Rusia telah mulai mencari rute pasokan alternatif setelah Transit Deal berakhir.

Berdasarkan lembaga riset Bruegel di Brussels, Belgia, penghentian jalur perdagangan gas tersebut akan mempengaruhi sekitar 5% impor gas Uni Eropa. Austria, Hongaria, dan Slovakia adalah pemasok utama gas dari Rusia bagi negara-negara Eropa.

Setelah berakhirnya Transit Deal, Eropa kini menerima pasokan gas dari Rusia melalui jalur Turkstream yang melalui Turki, Bulgaria, Serbia, hingga Hongaria.

Henning Gloystein dari Eurasia Group menyatakan bahwa meskipun penghentian Transit Deal tidak mengejutkan, akan menyebabkan lonjakan harga gas di pasar spot.

Namun, lonjakan harga besar tidak diantisipasi karena importir Uni Eropa telah bersiap menghadapi situasi ini.

“Lonjakan harga besar seperti yang terlihat selama pemotongan pasokan Rusia sebelumnya tidak mungkin karena importir Uni Eropa telah lama bersiap untuk (skenario) ini,” katanya kepada CNN. Ia menambahkan, sebagian besar Eropa telah memiliki awal musim dingin yang ringan.

Uni Eropa telah bekerja dengan negara lain selama lebih dari satu tahun untuk mengantisipasi berakhirnya Transit Deal, kata juru bicara Komisi Eropa kepada CNN.

“Infrastruktur gas Eropa cukup fleksibel untuk menyediakan gas yang berasal dari non-Rusia ke (Eropa tengah dan timur) melalui rute alternatif,” kata juru bicara itu.

“Ini telah diperkuat dengan kapasitas impor baru (gas alam cair) yang signifikan sejak 2022.”

“Kami mengerjakan pekerjaan rumah kami dan siap untuk skenario ini,” kata Menteri Energi Austria Leonore Gewessler dalam sebuah pernyataan di aplikasi X, Rabu pagi, sambil menambahkan perusahaan energi negara itu telah mencari pemasok baru non-Rusia.

Namun, Perdana Menteri Slovakia Robert Fico mengatakan pada hari Rabu bahwa penghentian aliran gas Rusia melalui Ukraina akan berdampak “drastis” pada Uni Eropa, tetapi tidak pada Rusia. Fico menegaskan akhir Transit Deal akan meningkatkan harga gas dan listrik di Eropa.

Sebelum Rusia meluncurkan invasi penuh ke Ukraina pada tahun 2022, Rusia adalah pemasok gas alam terbesar Uni Eropa. Blok tersebut telah mengurangi impor gas pipanya dari Rusia sebesar lebih dari 40% pada 2021 dan menjadi sekitar 8% pada 2023, menurut Dewan Eropa.