RAKYAT.NEWS, JAKARTA – Mahkamah Konstitusi (MK) menerima gugatan yang diajukan oleh Enika Maya Oktavia dalam perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024, Kamis (1/2).

Dalam gugatan tersebut, Ketua MK, Suhartoyo telah menyatakan bahwa persyaratan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen yang diatur dalam Pasal 222 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang pemilu tidak sesuai dengan konstitusi.

“Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” bunyi usan yang dibacakan Suhartoyo.

Selain itu, Suhartoyo juga menjelaskan bahwa pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak lagi bergantung pada persentase jumlah kursi di DPR.

“Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh partai atau gabungan partai politik peserta pemilu tidak didasarkan pada persentase jumlah kursi di DPR atau suara sah secara nasional” sebutnya.

Dalam keputusannya, MK menyimpulkan bahwa Pasal 222 dalam UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat. MK juga memerintahkan agar keputusan mereka dipublikasikan dalam berita negara.

“Namun pada pokoknya dua hakim tersebut berpendapat para pemohon tidak memiliki kedudukan hukum atau legal standing. Sehingga seharusnya mahkamah tidak melanjutkan pada pokok permohonan,” kata Suhartoyo.

Dalam gugatan yang diajukan, pada pokoknya para pemohon menyerang Pasal 222 UU Pemilu yang mengatur tentang presidential threshold sebesar 20 persen dari kursi DPR atau 25 persen dari suara nasional.

Pasal 222 UU Pemilu menetapkan bahwa capres-cawapres hanya boleh diusulkan oleh partai politik yang memiliki setidaknya 20 persen kursi DPR atau meraih 25 persen suara sah nasional dalam pemilu sebelumnya.

“Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik Peserta Pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota DPR sebelumnya,” demikian bunyi pasal tersebut.