Bantaeng, Rakyat News – Pemerintahan Kabupaten Bantaeng di bawah kepemimpinan Nurdin Abdullah lagi-lagi mendapat keluhan. Kali ini datang dari kalangan petani. Mayoritas masyarakat Bantaeng bekerja di bidang ini.

Seperti yang disampaikan sejumlah petani di Kelurahan Lamalaka, Kecamatan Bantaeng. Sebut saja Lukman. Dia mengatakan, petani di daerah ini tidak pernah berhenti didera masalah setiap tahun.

Masalah yang sudah sering disampaikan ke pemerintah adalah pengairan. Hampir setiap tahun produksi pertanian selalu gagal jika memasuki musim kemarau.

“Padahal, sebagian besar warga disini sangat bergantung dengan hasil pertanian. Minimnya pengairan menjadi masalah di daerah ini setiap tahun,” keluhnya ke salah satu kandidat bupati saat silaturahmi dengan warga.

Dia menambahkan, masalah lainnya yang kerap menghantui petani adalah status kepemilikan lahan P2. Status ini adalah tanah negara yang dikelola oleh warga untuk dijadikan sawah.

“Kami terutama petani kerap merasa waspada. Sampai sekarang, belum ada kejelasan status,” jelasnya.

Petani lainnya, Zainuddin merasakan hal serupa. Zainuddin mengeluhkan soal lahan status P2. Yang hingga kini belum ada kejelasan lahannya.

“Hanya itu yang kami harapkan. Lahan yang menjadi tempat kami menggantungkan hidup,” jelas dia.

Sebelumnya, warga dari kecamatan lainnya juga mengeluhkan kinerja Pemkab Bantaeng, dalam hal megaproyek Smalter. Seperti yang dirasakan warga Kecamatan Pajjukukang.

Industri besar yang terletak di Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Kecamatan Pajjukukang ini ternyata bermuara dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat.

Banyak korban yang mengaku kecewa atas sikap Pemda Bantaeng dan perusahaan raksasa pendiri smalter itu. Masyarakat juga menilai proyek yang selama kurang lebih 7 tahun itu hanya dijadikan alat pencitraan Nurdin Abdullah.

Pasalnya, hingga saat ini proyek raksasa itu hanya menjadi isapan jempol semata. Bahkan dari 20 titik Smalter yang direncanakan, tak ada satupun yang beroperasi.

Hamra, salah satu aktivis pendamping masyarakat yang merasa dirugikan dan ditipu oleh Pemda Bantaeng blak-blakan membantah beberapa pernyataan NA dalam setiap pidatonya.

“Smalter tak selayaknya dibanggakan.
Sejak perencanaan hingga saat ini, saya terus memantau proyek Smalter. Perihal pernyataan Nurdin bahwa Smalter sudah beroperasi dan ekspose perdana hanya isapan jempol,” katanya.

“Kurang lebih 3.000 Hektar yang sudah di MoU-kan (Memorandum of Understanding). Kalau pembebasan lahannya baru sekitar 150 Hektar,” papar Hamra.

Dia pun membeberkan keterlibatan Pemda dalam pembebasan lahan 150 hektar itu. Semestinya pihak perusahaan bahkan sanggup membeli Rp250 per meter/segi.

Akan tetapi Pemkab Bantaeng melalui Perusda berpendapat lain. “Rakyat itu merasa tidak puas. Karena cara pembeliannya Pemda, lain maunya dan Investor lain maunya. Akhirnya hanya Rp18.000 per meter persegi,” kata dia. (*)