RAKYAT NEWS, SURABAYA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Surabaya mengutuk tindakan kekerasan dan intimidasi yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap dua jurnalis yang sedang meliput aksi penolakan revisi Undang-Undang (UU) TNI di depan Gedung Negara Grahadi, Surabaya, pada hari Senin (24/3).

Dua jurnalis yang menjadi korban kekerasan dan intimidasi oleh polisi adalah Wildan Pratama dari Suara Surabaya, serta Rama Indra dari Beritajatim.com.

Rama diserang oleh empat hingga lima aparat karena merekam aksi kekerasan polisi terhadap massa aksi. Sementara Wildan diintimidasi dan diminta untuk menghapus foto liputannya saat sedang memotret puluhan massa aksi yang sedang ditangkap.

Ketua AJI Surabaya, Andre Yuris, mengecam keras tindakan intimidasi dan kekerasan yang dilakukan oleh polisi terhadap kedua jurnalis tersebut.

“Tindakan polisi tersebut membuktikan bahwa polisi tidak paham tugas jurnalis. Apa yang dilakukan polisi melanggar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,” ujar Yuris, dikutip dari CNN Indonesia.

Yuris mengingatkan Pasal 4 ayat (3) UU Pers yang menyatakan bahwa untuk menjamin kebebasan pers, pers nasional memiliki hak untuk mencari, mendapatkan, dan menyebarkan gagasan dan informasi.

Lebih lanjut, Pasal 18 UU Pers juga mengatur sanksi pidana bagi siapa pun yang dengan sengaja menghalangi atau menghambat jurnalis dalam melaksanakan tugasnya.

“Menghalangi dan menghambat jurnalis melaksanakan tugas dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta,” ujar Yuris.

Oleh karena itu, AJI Surabaya mendesak Kapolrestabes Surabaya, Kapolda Jawa Timur, dan seluruh jajaran untuk menyelidiki kasus kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis Suara Surabaya dan Beritajatim.com.

“AJI Surabaya mengingatkan kepada semua pihak, termasuk aparat kepolisian, untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers,” terangnya.

YouTube player