“Lagi pula dengan kuasanya sebagai Bupati Bantaeng, NA memang memiliki kewenangan memperjuangkan warganya. Sederhana kok, tinggal beri opsi ke perusahaan : bayarkan hak subkontraktor untuk warga atau angkat kaki dari Bantaeng,” tuturnya.

Hengki mendesak NA segera menyelesaikan perkara pembayaran hak subkontraktor dan warga. Paling tidak sebelum cuti kampanye alias pergantian kepemimpinan. “Kalau sudah diganti, dimana lagi kami mengadu. Yang paling tahu persoalan dan yang selama ini jadi fasilitator kan NA. Beliau yang semestinya bisa menyelesaikan persoalan itu, jika memang ada itikad baik,” ujar dia.

Ratusan warga Bantaeng itu, Hengki melanjutkan sudah jengah dengan cara NA memperlakukan warga. Sebenarnya warga pernah menutup lokasi proyek smelter, tapi pemerintah dan kepolisian setempat bertindak reaktif. Setelah mendapatkan janji NA bahwa hak mereka akan dibayarkan, kala itu pihaknya rela membuka blokade proyek tersebut.

Hengki khawatir dengan sikap NA yang tidak kunjung memperlihatkan itikad baik menuntaskan pembayaran proyek smelter. Hanya janji yang diberikan dan terkesan malah ingin ‘cuci tangan’ pada akhir periodenya. “Semoga tidak begitu, kami minta NA menyelesaikan permasalahan ini sebelum mengakhiri jabatan. Jadi kesannya tidak ‘cuci tangan’, apalagi mau maju memperebutkan kursi gubernur,” pungkasnya. (*)