Makassar, Rakyat News – Sekitar 200 warga dari empat desa di Kabupaten Bantaeng menuntut Nurdin Abdullah (NA), segera memfasilitasi pembayaran subkontraktor untuk proyek smelter. Bupati Bantaeng itu dinilai turut bertanggungjawab lantaran bertindak sebagai fasilitator warga dengan PT Titan Mineral Utama dan PT PUJA alias Pusaka Jaya Abadi. Toh, bupati dua periode itu pula yang mendatangkan kedua investor.

Perwakilan warga dan subkontrakor di Kabupaten Bantaeng, Haji Hengki Ahmad Daeng Sila, mengungkapkan pihaknya sudah bosan mendengar janji manis NA. Sudah hampir empat tahun, ratusan warga Bantaeng yang merupakan pekerja dari subkontraktor diberikan janji palsu. Bila pihaknya turun aksi menuntut pembayaran proyek smelter, NA pula yang sangat responsif mengumbar janji yang belakangan tidak mampu ditepati.

“Kasihan warga yang bekerja pada subkontraktor, sejak 2014 sampai sekarang menuntut pembayaran tidak juga dipenuhi. Hampir 200 warga dari empat desa menjadi korban, sudah enam kali dijanji oleh Bupati Bantaeng, tapi ya ingkar terus. Urusan pembayaran itu tidak kunjung tuntas. Tidak sedikit dari korban itu yang terpaksa merantau karena sudah tidak punya apa-apa di Bantaeng,” ujar Hengki, Rabu, 14 Februari.

Hengki menjelaskan yang dituntut pihaknya sangatlah sederhana dan dapat diselesaikan bila ada itikad baik dari Bupati Bantaeng. Ratusan warga sebatas menuntut haknya berupa pembayaran Rp4,9 miliar. Itu merupakan dana untuk beberapa subkontraktor guna sewa alat berat, sewa mobil dan gaji pekerja. “Totalnya Rp5,3 miliar. Tapi baru Rp400 juta yang dibayarkan, masih ada kekurangan Rp4,9 miliar,” keluhnya.

Bukan tanpa alasan pihaknya menuntut NA menuntaskan permasalahan tersebut. Bupati Bantaeng dua periode itu memiliki kewenangan penuh untuk menyelesaikan permasalahan proyek smelter. Pasalnya, Hans selaku owner PT Titan Mineral Utama pernah bilang ke warga bahwa pembayaran adalah persoalan sepele. Detik ini jika diminta oleh Bupati Bantaeng, perusahaan akan langsung membayarkan.

“Lagi pula dengan kuasanya sebagai Bupati Bantaeng, NA memang memiliki kewenangan memperjuangkan warganya. Sederhana kok, tinggal beri opsi ke perusahaan : bayarkan hak subkontraktor untuk warga atau angkat kaki dari Bantaeng,” tuturnya.

Hengki mendesak NA segera menyelesaikan perkara pembayaran hak subkontraktor dan warga. Paling tidak sebelum cuti kampanye alias pergantian kepemimpinan. “Kalau sudah diganti, dimana lagi kami mengadu. Yang paling tahu persoalan dan yang selama ini jadi fasilitator kan NA. Beliau yang semestinya bisa menyelesaikan persoalan itu, jika memang ada itikad baik,” ujar dia.

Ratusan warga Bantaeng itu, Hengki melanjutkan sudah jengah dengan cara NA memperlakukan warga. Sebenarnya warga pernah menutup lokasi proyek smelter, tapi pemerintah dan kepolisian setempat bertindak reaktif. Setelah mendapatkan janji NA bahwa hak mereka akan dibayarkan, kala itu pihaknya rela membuka blokade proyek tersebut.

Hengki khawatir dengan sikap NA yang tidak kunjung memperlihatkan itikad baik menuntaskan pembayaran proyek smelter. Hanya janji yang diberikan dan terkesan malah ingin ‘cuci tangan’ pada akhir periodenya. “Semoga tidak begitu, kami minta NA menyelesaikan permasalahan ini sebelum mengakhiri jabatan. Jadi kesannya tidak ‘cuci tangan’, apalagi mau maju memperebutkan kursi gubernur,” pungkasnya. (*)