Ia mengungkapkan kebiasaannya membawa buku ke mana pun pergi sebagai bagian dari keseharian yang memperkaya perspektif.

“Saya selalu bawa buku. Buku fisik dan digital punya tantangan masing-masing. Tapi membawa buku itu penting,” ujar pria kelahiran 14 Januari 1982 itu.

Aan juga menyoroti pentingnya menjadikan perpustakaan sebagai ruang publik yang menarik bagi anak muda. Menurutnya, selama perpustakaan belum mampu menyaingi daya tarik mal, maka budaya baca sulit tumbuh optimal.

“Kalau perpustakaan lebih menarik dari mal, anak-anak pasti datang ke sana. Sekarang mereka merasa lebih gaul kalau ke mal. Perpustakaan gitu-gitu aja,” ucapnya.

Ia pun menyinggung regulasi yang dirasa terlalu membatasi ruang gerak masyarakat, termasuk waktu kunjungan perpustakaan yang terbatas. “Main di perpustakaan dibatasi 30 menit itu berbahaya. Kita ini warga negara sudah terlalu banyak dikasih kewajiban. Sedikit-sedikit wajib ini, wajib itu,” tuturnya.

Aan menyimpulkan bahwa banyak persoalan literasi bisa selesai jika para pemimpin memiliki kecintaan terhadap buku. “Kalau pemimpinnya suka baca buku, masalah-masalah ini pasti mudah terselesaikan,” tegasnya.

Deputi Direktur Kantor Perwakilan Bank Indonesia Sulawesi Selatan, Aswin Gantina, menyatakan bahwa BI turut berperan aktif dalam mendorong literasi masyarakat, khususnya di bidang keuangan. Namun, dalam peringatan Hari Buku Sedunia ini, BI menggandeng pelaku literasi budaya untuk memperluas dampak edukatif secara umum.

“Bank Indonesia tidak bisa sendiri. Peningkatan literasi harus dilakukan bersama berbagai pihak. Narasumber yang hadir adalah tokoh yang memang aktif dalam kegiatan literasi,” ujar Aswin.

Ia menjelaskan bahwa BI Sulsel selama ini juga menjalankan program literasi keuangan melalui edukasi di sekolah dasar hingga perguruan tinggi, serta membuka layanan kunjungan ke perpustakaan BI dan pelaksanaan kuliah umum.

YouTube player