HGU PTPN Habis, Kekerasan Aparat Justru Menggila di Tanah Petani Takalar
RAKYAT.NEWS, MAKASSAR – Konferensi pers di Kantor LBH Makassar, Selasa 26 Agustus 2025, menjadi panggung bagi suara-suara petani Polongbangkeng dan organisasi masyarakat sipil. Mereka mengecam tindakan represif aparat kepolisian, Brimob, dan TNI yang sejak Sabtu, 23 Agustus 2025, mengepung wilayah Polongbangkeng Utara untuk mengawal aktivitas ilegal PTPN I Regional 8 Takalar.
Suasana mencekam menyelimuti kampung. Ratusan aparat bersenjata lengkap bukan hanya berjaga, tetapi juga tinggal di rumah warga. Bentrokan pecah ketika petani menolak penebangan tebu di tanah mereka. Hatia Dg Ngenang, seorang perempuan petani, mengalami kekerasan langsung. “Jangan menebang dulu, ini tanah saya yang diambil perusahaan, dan HGUnya sudah habis!” tegasnya. Namun ia ditarik paksa, tangannya membengkak. Dg Serang juga dipukul hingga jatuh tersungkur pada selasa 26 Agustus 2025
Lebih ironis, pekerja PTPN yang membawa parang dibiarkan begitu saja, sementara petani yang mempertahankan haknya ditangkap dan dipukuli. Aparat justru melabeli petani sebagai pengganggu keamanan.
Hasbi dari LBH Makassar–YLBHI menilai, kekerasan ini bukan sekadar tindak represif, melainkan bentuk pengkhianatan negara. “Negara lebih memilih menjadi perisai perusahaan. Aparat kepolisian yang seharusnya netral berubah menjadi alat represif, melindungi PTPN yang sudah tidak memiliki dasar hukum untuk menguasai tanah sejak HGU mereka berakhir pada Juli 2024,” ujarnya.
Tinggalkan Balasan Batalkan balasan