MAKASSAR, RAKYAT NEWS – Ketegangan terjadi di wilayah adat Rampi, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, menyusul penolakan keras warga terhadap aktivitas pertambangan emas oleh PT Kalla Arebama. Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Selatan menilai kegiatan tambang tersebut tidak sah karena tidak melibatkan masyarakat adat dalam proses konsultasi dan persetujuan awal.

Direktur WALHI Sulsel, Muhammad Al Amin, mengecam tindakan represif aparat yang menangkap 17 warga adat yang menolak aktivitas tambang. Ia menyebut bahwa tindakan tersebut adalah bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan rakyat menjaga wilayah leluhur mereka. WALHI mendesak agar pemerintah menghentikan operasi tambang dan segera membebaskan para warga.

“Persetujuan masyarakat adat adalah syarat mutlak dalam setiap kegiatan pertambangan di tanah adat. PT Kalla Arebama sama sekali belum pernah melakukan konsultasi terbuka dengan masyarakat,” tegas Al Amin dalam keterangannya kepada media akhir Agustus 2025

Namun dibalik penolakan Walhi Sulsel terhadap PT. Kalla Arebamma yang menjadi penambang emas di kawasan Rampi muncul kebingungan di publik mengenai nama perusahaan tambang tersebut.

Menggunakan nama “Kalla”, banyak pihak menduga bahwa PT Kalla Arebama memiliki kaitan langsung dengan KALLA Group, perusahaan besar milik keluarga mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Hal ini memicu reaksi dari pihak KALLA Group

Menanggapi polemik tersebut, KALLA menyampaikan klarifikasi tegas bahwa mereka tidak memiliki hubungan apa pun dengan PT Kalla Arebamma yang menambang di Luwu Utara

Melalui pernyataan resminya, Nadya Tyagita, Kepala Departemen Komunikasi Korporat & Keberlanjutan KALLA, menegaskan bahwa perusahaan tambang itu bukan bagian dari grup bisnis mereka.

“PT Kalla Arebama bukan merupakan bagian dari unit bisnis KALLA, bahkan tidak memiliki hubungan kerja dengan kami,” ujar Nadya Tyagita, seperti disampaikan melalui Megawati Tajuddin kepada Rakyat News pada 1 September 2025.